[ad_1]
Laporan terbaru tentang Pembangunan Asia Selatan dari Bank Dunia memproyeksikan, pertumbuhan di kawasan ini akan sedikit melambat ke angka 5,6 persen pada 2024 dan 2025, karena lompatan pasca pandemi yang memudar dan berkurangnya permintaan global yang membebani aktivitas ekonomi.
Dengan angka hampir 6 persen tahun ini, kawasan Asia Selatan tumbuh lebih cepat dibanding semua pasar negara berkembang lainnya, kata Franziska Ohnsorge, kepala pakar ekonomi Bank Dunia untuk Asia Selatan.
“Kawasan ini, diperkirakan akan tumbuh lebih cepat dibandingkan pasar negara berkembang lain, di kawasan yang ekonominya sedang berkembang. Namun, untuk semua negara di kawasan ini, angka ini menunjukkan pelambatan dibanding tingkat sebelum pandemi,” lanjut Ohnsorge.
Dia juga menambahkan bahwa pertumbuhan ini tidak cukup cepat untuk memenuhi sejumlah sasaran pembangunan yang sudah ditetapkan oleh negara-negara di kawasan ini.
Meskipun ada kemajuan, kawasan ini masih harus menempuh jalan yang panjang , kata laporan itu.
Pendapatan per kapita di Asia Selatan adalah sekitar $2.000 AS atau berkisar Rp30 juta rupiah, seperlima dari tingkat pendapatan di kawasan Asia Timur dan Pasifik.
Angka pertumbuhan saat ini, meskipun tinggi, tidak cukup bagi negara-negara Asia Selatan untuk menjadi negara dengan status berpendapatan tinggi dalam satu generasi ini, kata laporan itu.
Selain itu, pertumbuhannya juga tidak begitu imbang.
India, yang menjadi bagian terbesar dari perekonomian kawasan itu, akan tetap mampu tumbuh 6,3 persen pada tahun fiskal 2023-2024, sementara negara lain seperti Maldives dan Nepal, juga diperkirakan akan tumbuh, berkat pulihnya sektor pariwisata.
Dhruv Sharma, pakar ekonomi senior di Bank Dunia mengatakan, “India terus tumbuh pesat tahun lalu, dan menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat. Dan kami mengharapkan pertumbuhan cepat itu berlanjut tahun ini.”
Tetapi, kondisi lebih suram terjadi di sejumlah negara lain.
Pertumbuhan Bangladesh mungkin akan melambat hingga 5,6 persen, sementara Pakistan diproyeksikan tumbuh hanya 1,7 persen, berada di bawah pertumbuhan populasinya, kata Bank Dunia.
Ohnsorge mengatakan, pemerintah di negara-negara Asia Selatan bisa memperbaiki kondisi fiskalnya, dengan memanfaatkan peluang untuk transisi energi, yang bisa menciptakan lapangan pekerjaan, mengurangi ketergantungan pada impor energi dan mengurangi tingkat polusi. [ns/jm]
[ad_2]