[ad_1]
Nimash Paranapalliyage tidak takut menghadapi pertarungan yang fair. Tetapi setelah ia lulus kuliah dan mencari kerja, ia mendapati nasib baik belum memihaknya. Setelah melamar ratusan lowongan kerja tanpa hasil, Paranapalliyage memutuskan untuk melakukan perubahan radikal. Ia menyingkat namanya menjadi “Parana.”
“Nama lengkap saya terdiri dari sekitar 21 huruf. Saya menyingkatnya menjadi sekitar delapan huruf dan dalam beberapa pekan saya mendapat respons lamaran saya. Saya pikir ini efektif,” ujarnya.
Ilham Musa mengalami hal yang sama. Selama dua tahun lebih, perempuan muda ini juga melamar ke ratusan pekerjaan tanpa hasil. “Saya mungkin mendapat respons dari sekitar tiga saja. Salah seorang teman saya malah benar-benar mengatakan bahwa ini mungkin karena nama saya, mungkin ini yang menjadi penghalangnya,” kata Ilham Musa.
Menurut penelitian yang dilakukan Monash Business, para pelamar kerja dengan nama Inggris memiliki tingkat keberhasilan 21,1 persen. Untuk pelamar dengan nama non-Inggris, angka itu turun menjadi 11,6 persen.
Dan penelitian dari Departemen Pendidikan Federal dan Dewan Keberagaman yang dilakukan tahun ini juga mendapat hasil serupa.
CEO Dewan Keberagaman Lisa Annese mengatakan, “Kemungkinan besar ada bias berdasarkan ras yang turut berperan karena seseorang secara visual tampak berbeda.”
Tetapi menurut Annese, para majikanlah yang merugi. Katanya, “Kita tahu bahwa organisasi memerlukan keberagaman untuk dapat menjadi lebih inovatif, untuk memecahkan masalah, agar lebih kreatif dan data menjadi lebih jelas.”
Pada akhirnya, Paranapalliyage mendapat pekerjaan di mana ia mengevaluasi properti. Ia tetap menggunakan namanya yang dipersingkat..
Sementara itu Musa memutuskan untuk tidak mengubah nama.
Musa menjelaskan, “Nama saya adalah identitas saya dan saya tidak perlu mengubahnya untuk alasan apa pun.”
Paranapalliyage mengatakan bahwa setiap orang seharusnya diberi kesempatan dan diuji berdasarkan kemampuan masing-masing. [uh/ab]
[ad_2]