[ad_1]
Suara-Pembaruan.com – Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan terus meningkatkan pemahaman publik tentang manfaat besar angkutan umum massal. Kegiatan tentu saja menghadapi tantangan besar di masa pandemi ini.
Masa pandemi ini memang mendorong BPTJ melahirkan berbagai kebijakan pembatasan kapasitas dan penegakkan protokol kesehatan yang ketat di semua jenis angkutan umum massal. Namun ini semua tidak menghalangi upaya BPTJ untuk menjaga kepercayaan masyarakat dalam menggunakan transportasi publik jika terpaksa keluar rumah atau bermobilitas sehari-hari.
Kepala BPTJ Polana B. Pramesti mengungkapkan di masa pandemi ini, BPTJ terus mengoordinasikan dan memastikan transportasi umum berlangsung selamat, aman, nyaman, sehat dan ramah lingkungan serta ketat menegakkan protokol kesehatan.
“Pembatasan kapasitas dan penegakan protokol kesehatan pada masa pandemi ini justru bagian dari upaya untuk tetap membangun kepercayaan publik terhadap angkutan umum massal agar tidak terjadi penularan covid di angkutan umum massal,” ujar Polana.
Agar lebih meningkatan kepercayaan publik dilakukan pula kegiatan bersama dengan lembaga yang kompeten seperti Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan Ombudsman untuk memantau protokol kesehatan pada layanan angkutan umum massal perkotaan di wilayah Jabodetabek.
“Pembatasan kapasitas tersebut otomatis akan berdampak pada penurunan jumlah penumpang, namun kami berharap kepercayaan masyarakat terhadap layanan angkutan umum massal tetap terjaga,” ujar Polana di sela-sela Webinar “Bermobilitas Harian dengan Transportasi Publik, Siapa Takut?” di Jakarta (1/4).
Hadir juga dalam Webinar tersebut Artis dan Pegiat Lingkungan Hidup Nadine Chandrawinata dan Founder & Chairman Junior Doctor Network Indonesia dr. Andi Khomeini Takdir, SpPD.
Menurut Polana, kesadaran dan kepercayaan masyarakat untuk memilih menggunakan angkutan umum massal di Jabodetabek tidak cukup hanya dengan pemenuhan sarana dan prasarana saja.
Hal ini karena menggunakan transportasi umum terbentuk dari perilaku yang dilahirkan melalui kebiasaan yang berawal dari kesadaran.
Oleh karena itu, semua upaya yang bersifat kampanye dan komunikasi untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang manfaat angkutan massal harus secara konsisten dilakukan termasuk di masa pandemi ini.
“BPTJ selalu berusaha memanfaatkan berbagai momentum untuk dapat melakukan kampanye peningkatan kesadaran penggunaan angkutan umum massal perkotaan dan non-motorized transportation (NMT). Salah satunya memanfaatkan momentum Hari Kesehatan Internasional yang diperingati setiap 7 April,” kata Polana.
“BPTJ juga selalu berusaha melibatkan kelembagaan lain karena isu transportasi perkotaan sebenarnya secara langsung erat kaitannya dengan isu publik lainnya seperti kesehatan dan lingkungan,” jelas Polana.
Kesehatan Publik
Menurut Polana, penggunaan angkutan umum massal memiliki manfaat positif yang besar bagi kepentingan publik secara umum maupun personal. Penggunaan angkutan umum massal sangat terkait dengan permasalahan kesehatan publik dan kesehatan lingkungan yang harus menjadi perhatian semua pihak.
Selain itu, penggunaan angkutan umum massal harus dilihat secara utuh prosesnya. Bukan hanya hanya sekadar sudah naik KRL, MRT, LRT atau BRT seperti Transjakarta, namun di dalamnya terdapat pula NMT baik tahapan first mile, yaitu dari titik awal berangkat menuju angkutan umum massal ataupun last mile, yaitu perpindahan dari angkutan umum massal menuju titik terakhir tujuan dengan berjalan kaki atau bersepeda.
Dengan demikian, tujuan dari penggunaan angkutan umum massal, yaitu sustainable transport dapat terpenuhi termasuk dampak kesehatan dan lingkungannya.
“Jika ini terwujud akan menjadi kontribusi yang luar biasa untuk peningkatan kualitas hidup masyarakat perkotaan. Pemanfaatan NMT secara langsung mendorong masyarakat untuk aktif secara fisik dan meninggalkan kendaraan bermotor,” kata Polana.
Selain itu secara empirik terbukti bahwa tingkat polusi di Jabodetabek yang bersumber dari transportasi cukup parah dan kondisi ini membahayakan kita semua. Untuk itu, salah satu jalan keluarnya adalah semaksimal mungkin menggunakan angkutan umum massal dan NMT serta mengurangi penggunaan kendaraan pribadi.
Dalam kesempatan ini, Polana juga menyinggung target Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ) 2029 yang menyebutkan bahwa pada tahun 2029 sebanyak 60% pergerakan warga di Jabodebatek sudah harus menggunakan angkutan umum massal.
Oleh karena itulah, sasaran utama kampanye naik angkutan umum dan NMT menyasar kaum milenial dan generasi di bawahnya (Generasi Z dan Alpha) karena merekalah nanti yang akan mendominasi aktivitas kehidupan metropolitan Jabodetabek ini pada tahun 2029.
Sementara itu, dr. Andi Khomeini Takdir, SpPD sebagai salah satu narasumber webinar mengatakan kebiasaan naik transportasi umum dan NMT sangat terkait erat dengan kesehatan badan dan lingkungan.
“Naik transportasi umum dan NMT membuat tingkat stres rendah dan asam lambung terjaga. Apalagi, kalau kita memperbanyak jalan kaki atau bersepeda, imunitas kita akan lebih baik. Untuk itu, upaya menjaga kepercayaan publik terhadap transportasi umum dan NMT harus tetap digaungkan agar nanti setelah pandemi menjadi budaya baru,” ujar Andi.
Senada dengan hal tersebut, Nadine Chandrawinata juga menambahkan bahwa transportasi publik yang ramah lingkungan berdampak besar tidak hanya bagi kesehatan lingkungan tetapi juga kesehatan jiwa dan raga.
“Jika polusi udara berkurang kita semua bisa menikmati udara bersih. Jika udara bersih maka kegiatan olahraga misalnya berjalan atau bersepeda juga akan lebih nyaman,” kata Nadine.
“Ini baik untuk kesehatan mental, jiwa, dan badan. Sangat banyak hal positif kalau kita naik transportasi umum termasuk lebih hemat dan efisien,” jelas Nadine.
[ad_2]