[ad_1]
ASEAN tidak akan menyerah dalam upaya untuk mengakhiri kekerasan di Myanmar meskipun militer yang berkuasa di sana tidak membuat kemajuan dalam rencana perdamaian yang disepakati dengan blok tersebut dua tahun lalu, kata Indonesia pada Kamis (11/5).
Rasa frustrasi telah meningkat di antara beberapa anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara itu dengan Myanmar dan bagaimana menangani gejolak politik berdarah yang telah menimbulkan pertanyaan tentang keefektifan dan persatuan kelompok itu.
Presiden Indonesia Joko Widodo berterus terang dalam kritiknya, dengan mengatakan pada KTT ASEAN di kota Labuan Bajo, NTT, bahwa para jenderal Myanmar tidak membuat kemajuan dalam rencana perdamaian lima poin. Dia juga mengatakan pelanggaran hak asasi manusia di Myanmar tidak dapat ditoleransi dan kekerasan di sana harus dihentikan dan rakyatnya harus dilindungi.
Indonesia adalah Ketua ASEAN pada tahun ini. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan pada KTT tersebut bahwa prinsip-prinsip demokrasi dan supremasi hukum diabadikan dalam piagam ASEAN. “Kurangnya kemajuan bukan berarti kita harus menyerah,” kata Retno pada penutupan KTT itu.
Myanmar berada dalam kekacauan parah sejak militer menggulingkan pemerintahan yang dipimpin oleh peraih Hadiah Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi pada 2021. Kudeta tersebut memicu protes luas yang kemudian dihancurkan oleh militer. Militer sejak itu memerangi pemberontak etnis minoritas yang ingin menentukan nasib sendiri dan bersekutu dengan pejuang prodemokrasi.
ASEAN bulan lalu mengutuk militer Myanmar atas salah satu serangan udara terbaru dan paling mematikan yang menewaskan sedikitnya 100 orang. Junta mengatakan sedang memerangi “teroris.”
Sebagai Ketua ASEAN, Indonesia telah berbicara dengan semua pihak dalam beberapa bulan terakhir dalam upaya untuk melanjutkan pembicaraan tetapi kritik dari Indonesia pada hari Kamis menggarisbawahi tidak adanya hasil.
“Saya harus berbicara terus terang. Dalam implementasi 5PC, belum ada kemajuan yang signifikan,” kata Jokowi sebelumnya. Dia mengacu pada apa yang disebut ASEAN sebagai “konsensus lima poin” atau “5PC” untuk Myanmar.
Jenderal tertinggi Myanmar menyetujui rencana tersebut, yang menyerukan diakhirinya kekerasan, akses kemanusiaan, dan dialog di antara semua pihak, pada April 2021 dalam sebuah pertemuan di Jakarta. Namun dalam kenyataan, militer Myanmar mengabaikannya. [lt/uh]
[ad_2]