[ad_1]
Penyensoran media telah meningkat ke level baru di Venezuela, dengan sejumlah stasiun radio ditutup, bahkan ketika asosiasi jurnalis Venezuela (CNP) mendokumentasikan serangan fisik terhadap awak media yang sedikit menurun dalam 12 bulan terakhir.
Edgar Cárdenas, sekretaris jenderal CNP, mengatakan, “Ada kebijakan penyensoran, persekusi terhadap awak media. Meskipun benar telah terjadi penurunan agresi fisik terhadap jurnalis, kami melihat peningkatan penutupan stasiun-stasiun radio dari 4 pada tahun 2021 menjadi 104 pada tahun 2022.”
Regulator komunikasi Venezuela memberikan alasan adanya pelanggaran lisensi untuk penutupan sebagian besar stasiun-stasiun radio tersebut, dan para anggota parlemen pada tahun 2022 membantah tindakan pemerintah tersebut terkait dengan konten siaran.
Namun Carlos Correa, direktur organisasi nirlaba Espacio Público yang bebas berpendapat, mengatakan langkah tersebut tampaknya merupakan bagian dari kebijakan untuk membatasi media independen.
Carlos Correa menambahkan, “Tahun ini kami telah mendokumentasikan jumlah penutupan tertinggi sejak tahun 2001. Situasi ini menunjukkan bahwa pemerintah tampaknya sedang mencoba mengatur ulang struktur kepemilikan stasiun-stasiun radio tersebut.”
Para jurnalis semakin khawatir karena adanya upaya baru pemerintahan Presiden Nicolás Maduro untuk mereformasi undang-undang media.
Majelis nasional kini membahas proposal untuk mengatur media sosial, termasuk mewajibkan platform untuk memiliki kantor di dalam negeri untuk menangani pengaduan.
Delcy Rodriguez adalah Wakil Presiden Venezuela. “Kami akan mengatur dan mengontrol (media sosial) karena dalam beberapa tahun terakhir, Venezuela telah menjadi korban perang psikologis melalui pesan di jejaring sosial,” ujarnya.
Tetapi para wartawan yang sudah harus bekerja dalam lingkungan yang sudah mengalami banyak pembatasan, mewaspadai rencana tersebut.
Dan Carlos Julio Rojas, seorang jurnalis independen dan anggota Serikat Pekerja Pers Nasional, mengatakan pendukung pro-pemerintah terkadang menggunakan jejaring sosial untuk kampanye kotor terhadap mereka yang berkecimpung di media.
“Kita telah melihat bagaimana dominasi rezim Nicolás Maduro atas komunikasi semakin kuat. Apa tujuan akhir mereka? Menutup ruang terakhir yang ada untuk kebebasan berpendapat?,” keluhnya.
Jika disahkan, RUU itu dapat memperburuk peringkat Venezuela yang sudah buruk pada Indeks Kebebasan Pers global, yang mengukur kemampuan jurnalis untuk bekerja dengan bebas. Lembaga pemantau kebebasan pers, Reporters Without Borders (Wartawan Tanpa Tapal Batas) mengatakan media di Venezuela bekerja dalam lingkungan yang restriktif, dengan kebijakan yang “mengancam pelaksanaan penuh jurnalisme independen.” [lt/ka]
[ad_2]