Suara-Pembaruan.com — Andri Berharap Putusan MK Soal PUPN Diambil dengan Penuh Kehati-hatian
Andri Tedjadharma, pemegang saham Bank Centris Internasional (BCI), berharap Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan dengan penuh kehati-hatian dalam menguji kewenangan Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 49 Tahun 1960.
Langkah hukum ini ditempuh Andri karena merasa dirugikan atas tindakan PUPN yang menyita harta pribadinya, termasuk rumah satu-satunya, untuk kemudian akan dilelang. Penyitaan dilakukan karena dirinya dituduh menerima dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Padahal, ia menegaskan tidak pernah menerima sepeser pun dana tersebut.
“Dana itu justru ditransfer ke rekening lain yang tidak jelas asal-usulnya atas nama Centris International Bank (CIB). Saya jadi korban. Saya dituduh menerima BLBI, padahal tidak pernah sepeser pun. Di mana saya bisa mencari keadilan? Siapa yang bisa melindungi saya dari kesewenangan eks Satgas BLBI dan PUPN?” ujar Andri.
Putusan Pengadilan dan Audit BPK
Andri menegaskan, tuduhan penerimaan BLBI semestinya didasarkan pada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap serta hasil audit resmi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Namun, baik putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) maupun pengadilan tingkat banding telah menyatakan dirinya tidak bersalah. Selain itu, laporan audit BPK tidak pernah mencantumkan nama Andri maupun Bank Centris Internasional sebagai penerima dana BLBI.
“Anda bisa lihat, ada dua entitas berbeda: Centris International Bank (CIB) dan Bank Centris Internasional (BCI). Rekening yang mendapat BLBI adalah milik CIB, tapi saya dan BCI yang justru dituduh dan dipaksa menanggung,” jelas Andri.
Ia juga menyoroti adanya dua akta dengan isi identik, namun salah satunya menggunakan jaminan, sedangkan lainnya tidak. “Ini jelas ada unsur kesengajaan (mens rea),” katanya.
Selain itu, ada perbedaan mencolok pada nomor rekening: Bank Centris Internasional (BCI) memiliki nomor 523.551.0016, sementara rekening penerima dana BLBI yang terdeteksi adalah atas nama Centris International Bank (CIB) dengan nomor 523.551.000.
“Bank yang pakai nama Centris itu asal-usulnya tidak jelas, tidak terdaftar di BI, kantor, pengurus, dan pemiliknya pun tidak diketahui. Tapi namanya dipakai hingga 2004, padahal BCI yang saya kelola berhenti beroperasi sejak 1998,” papar Andri.
Putusan MA yang Dipertanyakan
Kontroversi semakin memuncak ketika PUPN mendasarkan penyitaan aset Andri pada putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 1688K/Pdt/2003 yang selama hampir 20 tahun tidak pernah muncul, namun tiba-tiba digunakan sebagai dasar hukum.
Dalam sidang uji materi di MK, ahli Dr. Maruarar Siahaan mengungkapkan kejanggalan putusan kasasi tersebut. “Ini mengejutkan, karena MA sendiri menyatakan tidak pernah menerima permohonan kasasi dari IBRA atau PUPN melalui Kejaksaan Agung. Tapi tiba-tiba putusan ini muncul, dan jumlah utangnya direvisi dari Rp800 miliar menjadi Rp4,5 triliun,” kata Maruarar.
Pernyataan ini ditanggapi serius oleh Ketua MK Suhartoyo. “Kenapa bisa ada putusan yang sebelumnya tidak pernah dikirim ke MA? Ini pertanyaan besar,” ujarnya di persidangan.
Kasus ini juga mengingatkan publik pada skandal mantan pejabat MA, Zarof Ricar, yang terbukti bersalah dalam kasus suap dan manipulasi putusan. Zarof divonis 18 tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi Jakarta, lebih berat dua tahun dari putusan pengadilan tingkat pertama.
Harapan untuk Keadilan
Andri berharap MK mempertimbangkan fakta-fakta kejanggalan tersebut dalam memutus uji materi terkait kewenangan PUPN. “Putusan ini akan menentukan nasib saya sebagai warga negara yang hak-haknya dilanggar oleh penggunaan dasar hukum yang keliru,” tegasnya.