[ad_1]
Pada peringatan satu tahun pembunuhan wartawan Amerika Serikat keturunan Palestina, Shireen Abu Akleh, teman-teman, keluarga dan anggota Kongres AS berkumpul dalam sebuah acara yang diselenggarakan di Washington DC untuk mengenang wartawan itu dan mengulangi seruan untuk keadilan dan meminta pertanggungjawaban atas kematiannya.
Wartawan Al Jazeera tersebut, yang merupakan salah satu wartawan paling terkenal di wilayah Arab, ditembak mati di kepala saat meliput serangan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) di Kota Jenin, di Tepi Barat, yang diduduki Israel, pada 11 Mei 2022. Saat itu Abu Akleh dan teman-temannya sesama wartawan yang meliput peristiwa itu sudah mengenakan alat pelindung, termasuk helm dan rompi dengan tulisan huruf besar “PERS.”
Saat akan dimakamkan di Yerusalem, polisi Israel menyerang para pengusung peti jenazah Abu Akleh sehingga terpaksa menjatuhkan peti jenazah. Hal tersebut memicu kemarahan internasional. Israel mengatakan polisi saat itu berupaya membubarkan massa.
“Ini merupakan tahun yang paling menyedihkan bagi keluarga kami,” ujar Lina Abu Akleh, keponakan Shireen, dalam pesan video yang diputar di National Press Club. “Kami masih belum melihat keadilan ditegakkan. Akuntabilitas bagi kami adalah aksi nyata, dan kami belum melihat tindakan nyata diambil.”
Dalam wawancara dengan CNN pada Kamis, kepala juru bicara IDF Laskmana Muda Daniel Hagari, meminta maaf atas kematian Abu Akleh. Pernyataan maaf tersebut merupakan yang pertama keluar dari IDF terkait kasus itu.
“Saya pikir ini adalah kesempatan bagi saya untuk mengatakan bahwa kami sangat meminta maaf atas kematian Shireen Abu Akleh,” ujarnya.
“Dia adalah seorang jurnalis, jurnalis yang sangat terpandang. Di Israel, kami menjunjung demokrasi dan di dalam demokrasi, kami menghargai nilai jurnalisme dan kebebasan pers. Kami ingin para jurnalis merasa aman berada di Israel, terutama dalam situasi perang, bahkan ketika mereka mengkritik kami,” tambah Hagari.
Penyelidikan: Hampir Dapat Dipastikan Shireen Ditembak Penembak Jitu
Penyelidikan yang dilakukan oleh kantor berita dan kelompok HAM menemukan bahwa Shireen Abu Akleh hampir pasti ditembak oleh penembak jitu Israel, pada saat yang relatif tenang, bukan pada saat baku tembak terjadi sebagaimana yang diklaim oleh Israel.
“366 hari lalu Shireen Abu Akleh masih hidup. 365 hari lalu ia terbunuh. 365 hari berlalu dan masih belum ada keadilan,” ungkap Kepala Biro Al Jazeera di Washington DC, Abderrahim Foukara, dalam acara mengenang Abu Akleh. “Semua berada di sini untuk menghormati Shireen Abu Akleh, dan menegaskan kembali perlunya pertanggungjawaban atas pembunuhan dan penembakan terhadap Abu Akleh dan juga wartawan lain di seluruh dunia.”
Shireen Abu Akleh dilahirkan di Yerusalem dalam sebuah keluarga katolik. Ia pindah ke Amerika Serikat pada awal tahun 1990-an dan kemudian kembali ke Timur Tengah setelah meraih kewarganegaraan AS.
Karir jurnalismenya mencuat pada tahun 2000 di saat terjadi pergolakan Palestina kedua melawan Israel, yang dikenal sebagai gerakan intifada.
Penyelidikan Israel: Penembakan Shireen adalah Kecelakaan
Penyelidikan militer Israel pada bulan September lalu mengakui bahwa “besar kemungkinan” Abu Akleh ditembak oleh seorang tentara Israel, tetapi menegaskan bahwa hal tersebut merupakan kecelakaan dan penyelidikan kriminal lebih lanjut tidak diperlukan.
Pemerintahan Presiden Joe Biden pada umumnya menerima laporan Israel itu, dan Departemen Luar Negeri AS pada bulan Juli 2022 menetapkan bahwa dari hasil penyelidikan Amerika Serikat diketahui bahwa pembunuhan itu “tragis” tetapi tidak disengaja.
Namun setelah muncul tekanan dari Kongres, Biro Penyidik Federal (FBI) membuka penyelidikan lain pada bulan November 2022. Israel mengatakan menolak bekerja sama dengan tim penyelidik FBI tersebut.
Meskipun demikian Senator Chris Van Hollen dari negara bagian Maryland mengatakan harus ada lebih banyak hal yang dilakukan terkait kematian Abu Akleh.
“Meskipun saya gembira mendengar FBI menyelidiki kematiannya, kami tidak tahu apa hasil penyelidikan tersebut. Sepanjang tahun lalu kami telah berjuang untuk memastikan adanya akuntabilitas dalam kematian Shireen, dan kami tidak akan berhenti hingga kebenaran sesungguhnya terungkap dan keadilan tercapai,” ujarnya dalam sebuah pesan video yang juga diputar dalam acara itu. “Satu tahun setelah kematiannya, Amerika Serikat sedianya terus mendorong adanya akuntabilitas (dalam kasus tersebut).”
Dalam laporan yang dirilis pada minggu ini diketahui bahwa dalam 20 tahun terakhir ini, tembakan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) telah menewaskan sedikitnya 20 wartawan, di mana 18 diantaranya adalah warga Palestina. [em/jm/rs]
[ad_2]