[ad_1]
Iran dan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) telah menyelesaikan berbagai pertanyaan mengenai satu dari tiga lokasi di mana para inspektur menemukan material nuklir yang tidak dilaporkan sebelumnya, kata media pemerintah Iran, Selasa.
IAEA selama bertahun-tahun menginginkan jawaban dari Iran mengenai apa yang dikatakan para inspektur sebagai “keberadaan partikel-partikel uranium yang berasal dari antropogenik.”
Serangkaian pertemuan, termasuk kunjungan Maret lalu ke Teheran oleh Dirjen IAEA Rafael Grossi membuahkan janji dari Iran untuk bekerja sama dalam penyelidikan.
Media pemerintah Iran Selasa mengatakan bahwa kedua pihak telah menyelesaikan masalah di fasilitas Marivan, yang terletak di provinsi Fars.
Laporan IAEA mengatakan analisis sampel dari fasilitas tersebut pada tahun 2020 mengindikasikan keberadaan partikel-partikel uranium. IAEA mengatakan memiliki informasi bahwa pada tahun 2003 Iran berencana menggunakan dan menyimpan material di lokasi untuk pengujian bahan peledak.
Iran telah membantah tuduhan bahwa negara itu sedang berupaya membuat senjata nuklir.
Kekhawatiran mengenai program senjata nuklir Iran mendorong ditandatanganinya perjanjian 2015 yang ditandatangani oleh Inggris, China, Prancis, Rusia, AS dan Jerman yang membatasi program nuklir Iran sebagai imbalan bagi pelonggaran sanksi-sanksi.
AS menarik diri dari perjanjian itu pada tahun 2018 karena apa yang dikatakan presiden Donald Trump ketika itu sebagai kesepakatan yang terlalu menguntungkan Iran.
Iran menanggapi dengan menjauh dari komitmennya sesuai persetujuan tersebut, termasuk memperkaya uranium ke kadar kemurnian lebih tinggi, menggunakan sentrifugal yang lebih canggih dan menyimpan cadangan uranium diperkaya dalam jumlah besar. [uh/ab]
[ad_2]