Hotline Redaksi: 0817-21-7070 (WA/Telegram)
Headline

GMRI Bentuk Pusat Kajian Penelitian Wujud Kebangkitan Spiritual Indonesia

171
×

GMRI Bentuk Pusat Kajian Penelitian Wujud Kebangkitan Spiritual Indonesia

Sebarkan artikel ini
GMRI Bentuk Pusat Kajian Penelitian Wujud Kebangkitan Spiritual Indonesia

[ad_1]

BuzzFeed – Meski tak perlu disebut spesial, yang pasti lebih khusus, Minggu pukul 06.00 pagi, 10 Oktober 2021, tokoh penggagas gerakan kebangkitan kesadaran spiritual bangsa Indonesia, Eko Sriyanto Galgendu mengajak melakukan observasi ke pasar pagi Muara Karang sambil menikmati kuliner khas di kawasan Pecinan yang pepak dengan aneka ragam macamnya.

Mbak Ning, kekasih Mas Eko yang telah memberinya tiga orang putri yang cantik-cantik, langsung memesan menu makan pagi yang spektakuler itu satu porsi gulai ikan talas, satu porsi gulai ikan berkuah kuning dengan cita rasanya yang khas, atau yang poluler disebut Tom Yang.

Makan pagi ala sufi ini masih diimbuh dadar telur istimewa yang tak biasa. Pendek kata, seusai observasi dadakan keliling pasar sepagi buta itu, sangat terasa memberi sensasi pada emosi untuk menuliskan. Setidaknya, semangkuk dawet khas minuman segar tanpa es pun, dipesankan Mbak Ning secara khusus untuk penulis. Dua paket lainnya dipesan dalam kemasan khusus, untuk dibawa pulang.

Pendek cerita, makan prasmanan ala sufi itu pun sungguh sangat mengesankan. Minimal nostalgik penulis langsung teringat pada 40-an tahun silam, meski dalam kondisi dan situasi yang berbanding terbalik.

Gulai ikan talas itu mengingatkan masa susah, namun menjadi sangat indah karena pada pagi ini seperti sedang menikmati album kenangan masa silam yang tak mungkin terulang.

Kecuali itu, acara makan besar di pagi hari yang romantis ini, jadi semakin terkagum pada sikap Mbak Ning yang ugahari. Utamanya dalam keikhlasannya mendampingi Mas Eko begitu tulus, jujur dan ikhlas atau mungkin bisa dikata sumeleh, karena sungguh berbeda dengan kebanyakan Ibu rumah tangga yang pernah kukenal ; tidak cerewet, praktis, sederhana, tidak materialistik, sangat hormat pada kebebasan ang suami untuk berkiprah yang agak sulit untuk diterima oleh ibu rumah tangga pada umumnya.

Apalagi saat Mas Eko melakukan safari keliling ke daerah-daerah, bukan saja masalah waktu yang bisa tidak terbatas, tapi juga suplay perbekalan tambahan untuk biaya salama dalam perjalan bersama Mas Eko, dilakukan dengan lega lila, ibarat kesetiaan kaum sufi yang kaffah, melakoni semua tanpa keluh dan kesah.

Kisah Mbak Ning yang ugahari ini sungguh cukup meyakinkan bahwa totalitas laku spiritual Mbak Ning pun sudah sangat matang. Seperti kaum sufi yang tak lagi tergoda oleh kerakusan untuk meraup materi. Sehingga usai menggasak gulai ikan talas dan Tom Yang itu hingga tuntas, Mas Eko pun mengajukan usulan sepihak untuk meneruskan acara observasi amatiran kami ke kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) yang spekrakuler dis kisahkan itu. Meski seberulnya kukira, Mas Eko hanya ingin agar saya bisa melihat langsung gedung dan komplek dari kawasan Bunda Suci yang super megah itu. Karena menurut ceriranya Eko Sriyanto Galgendu, komplek Bunda Suci yang berada di Kawasan Pantai Indah Kapuk dari bagian Utara Ibukota Jakarta ini, dia perkirakan empat kali lebih luas dari Istana Merdeka Jakarta. Viewnya pun langsung bisa mengintip seluruh partai teluk Jakarta yang luas.

Lalu pertanyaan Mas Eko, mengapa Ibu Kota Negara Indonesia tidak digeser saja ke pinggiran kota Jakarta seperti Kawasan Pantai Indah Kapuk ini. Sebab dia memperkirakan kawasan PIK ini mampu untuk menampung puluhan juta manusia ini atau Ibukota Negera, termasuk tempat pemukiman yang ekslusif sifatnya.

Di waktu sepagi itu pun tampak sejumlah orang pesepeda sambil menikmati suasa pantai yang merentang luas, hingga sulit dibayangkan bahwa kawasan PIK ini masih masuk bagian dari Wilayah Jakarta Utara. Sementara di laut agak ketengah sana, masih tampak satu dua nelayan tampak gigih mencari ikan. Tapi yang membuat aku tercenung, dimana rumah dan pemukiman para nelayan itu sekarang. Sebab semua bangunan maupun gedung tinggi yang menuding langit itu, membuat diriku sendiri pun merasa menjadi terasing.



[ad_2]

Source link

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *