Suara-Pembaruan.com — iFLYTEK dan Ambisi Hilirisasi AI di Indonesia
Di tengah percepatan adopsi kecerdasan buatan (AI) secara global, Indonesia kembali menjadi destinasi menarik bagi pemain teknologi dunia.
Salah satu nama yang kini mulai mencuri perhatian adalah iFLYTEK—raksasa AI asal Tiongkok yang dalam beberapa tahun terakhir agresif memperluas jaringan riset, portofolio pasar, dan kemitraan internasional.
Dalam kunjungan terbarunya ke Jakarta, perusahaan ini tidak hanya menawarkan perangkat atau teknologi, tetapi membawa narasi yang lebih besar: membangun kolaborasi sekaligus mendorong hilirisasi teknologi AI di Indonesia.
Kemendiktisaintek: Menemukan Format Hilirisasi
Salah satu agenda strategis iFLYTEK adalah pertemuan dengan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek).
Di sana, iFLYTEK mendemonstrasikan teknologi penerjemah suara dan visual berbasis AI yang diklaim mampu menerjemahkan percakapan langsung ke 42 bahasa serta mendeteksi dan menerjemahkan teks gambar ke 34 bahasa.
Pertemuan berlangsung dalam nada serius namun konstruktif. Pihak kementerian diwakili oleh Direktur Hilirisasi dan Kemitraan, Prof. Yos Sunitiyoso, bersama stafnya, Deis Savitri.
Tiga hal menjadi poros diskusi: peluang hilirisasi produk AI, kolaborasi riset, serta kemungkinan adopsi perangkat iFLYTEK di lingkungan kampus.
Prof. Yos menegaskan bahwa momentum transformasi digital tidak boleh sekadar disaksikan, tetapi harus dimanfaatkan.
“AI bukan lagi isu masa depan, tetapi kebutuhan mendesak untuk meningkatkan mutu pembelajaran dan riset,” ujarnya.
Kementerian menilai kolaborasi dengan iFLYTEK dapat menjadi katalis, terutama jika tidak berhenti pada impor teknologi semata.
Fokus yang diusung adalah peningkatan kapasitas melalui laboratorium riset bersama, pengembangan kurikulum AI di perguruan tinggi, hingga tata kelola pemrosesan data berbasis etika sesuai budaya dan regulasi Indonesia.
Telkomsel: Menakar Potensi Solusi Enterprise
Dari ranah korporasi, iFLYTEK melanjutkan pembicaraan dengan Telkomsel. Pertemuan itu dihadiri oleh Fadli, General Manager Enterprise Customer Solutions Management, dan James Chan, yang membidangi pengembangan solusi digital enterprise.
Diskusi berpusat pada bagaimana teknologi berbasis suara, analitik, dan Large Language Model (LLM) milik iFLYTEK dapat memperkuat layanan digital Telkomsel—mulai dari otomasi call center, voice-to-data analytics, hingga personalisasi layanan pelanggan.
Dalam ekosistem telekomunikasi yang kian beralih dari layanan jaringan ke layanan digital bernilai tambah, teknologi AI berbasis bahasa menjadi kompetisi baru. Bagi Telkomsel, kerja sama ini dapat membuka peluang untuk memperkuat portofolio enterprise dan sektor edutech yang sedang tumbuh.
Membentuk Ekosistem AI yang Terhubung
Dengan lebih dari 279 juta jiwa dan populasi digital terbesar keempat di dunia, Indonesia menawarkan pasar besar sekaligus tantangan besar.
Hingga kini, banyak kerja sama asing di sektor teknologi berhenti pada pola market access—menjual perangkat, bukan membangun ekosistem.
iFLYTEK hadir dengan pendekatan berbeda: membangun model kolaboratif. Hal ini ditegaskan oleh penasihat kolaborasi, Ismeth Wibowo, yang menilai Indonesia berada di persimpangan penting.
“Kolaborasi ini akan menjadi batu loncatan bagi Indonesia untuk mempercepat transformasi digital,” ujarnya.
Ruang aplikasinya pun luas: ruang kelas, layanan publik, pendidikan vokasi, telekomunikasi, kesehatan, hingga otomasi industri.
Pembuka Babak Baru Transformasi Teknologi
Jika rencana dan negosiasi yang sedang berlangsung berlanjut ke tahap implementasi, Indonesia berada di ambang babak baru: bukan hanya sebagai pengguna teknologi AI, tetapi sebagai mitra strategis dalam pengembangan, riset, dan hilirisasi.
Pada akhirnya, agenda besar ini bukan sekadar tentang mesin yang mampu mendengar dan berbicara dalam puluhan bahasa—tetapi tentang ekosistem digital Indonesia yang mampu menciptakan, membangun, dan memberdayakan, bukan sekadar mengimpor.
Dan jika momentum ini dimanfaatkan, hilirisasi teknologi tidak lagi menjadi jargon kebijakan. Ia berubah menjadi strategi menuju kemandirian digital yang lebih nyata.





