[ad_1]
Jakarta, Bumntrack.co.id – Industri kelapa sawit memiliki peran yang sangat besar bagi perekonomian nasional. Kontribusi penerimaan pajak dari sektor ini diperkirakan mencapai Rp14 triliun hingga Rp20 triliun. Indonesia memiliki luas perkebunan kelapa sawit terbesar di dunia dengan luas mencapai 16,38 Juta Hektar. Sebanyak 41 persen merupakan perkebunan yang diusahakan oleh rakyat.
“Sebesar 41 persen dari total keseluruhan luas perkebunan kelapa sawit yang ada diusahakan oleh rakyat. Pekebun sawit tersebut melibatkan 2,7 Juta Kepala Keluarga yang sebagian besar belum tersertifikasi ISPO,” kata Direktur Utama PT RPN, Imam Yani Harahap dalam Japribun virtual Chapter 3 di Jakarta, Kamis (22/4).
Menurutnya, setiap perkebunan rakyat harus memiliki sertifikasi ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil) agar produktitas tinggi secara berkelanjutan dengan pengelolaan yang lebih baik, legal dan bertanggung jawab. Hal itu tertulis dalam Peraturan Presiden Nomor. 44 Tahun 2020 dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 38 Tahun 2020.
“Sertifikasi ISPO sebenarnya bertujuan sangat baik, pada prinsipnya merupakan pengelolaan dan pengembangan kebun kelapa sawit ini bisa lebih berkelanjutan serta daya saingnya bisa meningkat di pasar Nasional maupun Global,” ucap Imam.
Namun kendala yang sedang dihadapi saat ini adalah para petani belum siap terhadap sertifikasi ISPO, beberapa faktor yang mempengaruhi seperti pembiayaan, administrasi, legalitas dan perizinan tanah serta para petani belum sepenuhnya paham terhadap kultur teknis yang berkelanjutan. Peran RPN disini sebagai pendamping petani terkait pengetahuan kultur teknis dan pemberdayaan kelembagaan perkebunan dengan teknologi yang siap pakai, yaitu SAPA SAWIT yang bisa diimplementasikan untuk mempermudah petani dalam pencatatan fisik dan keuangan pengelolaan kebun.
“RPN berperan menjembatani permasalahan dilapangan dengan solusi berupa dukungan dari stakeholder yang ada, kami berharap agar perkebunan sawit yang berkelanjutan dapat terwujud serta bisa teregenerasi oleh petani kelapa sawit di Indonesia,” tutupnya. (Heri Dwi Okta)
[ad_2]