[ad_1]
Jakarta, Bumntrack.co.id – Harga timah fisik murni batangan di Jakarta Futures Exchange (JFX) berhasil menembus harga tertinggi di tanggal 10 Mei 2021, dengan harga USD 33.100 per ton. Disaat yang sama, harga timah di LME (London Metal Exchange) tercatat di posisi USD 33.097, dan di KLTM (Kuala Lumpur Tin Market) di posisi USD 30.250.
Peningkatan harga timah di JFX ini telah terjadi sejak awal tahun 2021, dimana sepanjang Januari – April 2021 harga timah diawal tahun berada di posisi USD 20.075 per ton, dan sampai dengan bulan April 2021 berada di posisi USD 28.665 per ton. Sebelumnya harga tertinggi timah fisik murni batangan di Jakarta Futures Exchange (JFX) terjadi di tanggal 6 Mei 2021, yaitu USD 32.500 per ton.
“Pergerakan harga timah ini tentunya merupakan hal yang menggembirakan bagi ekosistem perdagangan timah nasional. Seiring dengan mulai bergeraknya ekonomi baik nasional maupun global, serta mulai bergeraknya industri yang tentunya meningkatkan permintaan, kami optimis transaksi timah di Bursa Berjangka Jakarta akan bergarak positif. Harga timah yang ditransaksikan di Bursa Berjangka Jakarta / Jakarta Futures Exchange ini dapat di akses secara masyarakat umum dalam situs resmi Bursa Berjangka Jakarta. Penentuan harga komoditas ini juga berdasarkan mekanisme kesepakatan antara peserta jual dan peserta beli,” kata Direktur Utama PT Kliring Berjangka Indonesia (Persero), Fajar Wibhiyadi dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa (11/5).
Saat ini di Bursa Berjangka Jakarta terdapat dua skema transaksi timah, yaitu untuk Transaksi Luar Negeri (Ekspor) dan Transaksi Timah Dalam Negeri. Untuk transaksi timah luar negeri, telah berjalan sejak pertengahan tahun 2019. Sedangkan untuk Transaksi Timah dalam negeri, baru berjalan di pertengahan bulan Maret 2021. Dalam transaksi timah di Bursa Berjangka Jakarta ini, PT Kliring Berjangka Indonesia (Persero) berperan sebagai lembaga kliring.
Terkait transaksi timah dalam negeri, dalam rentang bulan Januari – April 2021, telah terjadi transaksi sebanyak 395 lot dalam 395 Ton, dengan nilai transaksi diatas Rp. 14,5 Miliar. Sedangkan untuk perdagangan timah luar negeri, dalam rentang Januari – April 2021, telah terjadi transaksi sebanyak 2.513 Lot dalam 12.586 Ton, dengan nilai Transaksi USD 308.450.813 atau sekitar Rp. USD 18.348.392. Selanjutnya di awal Mei 2021, data sampai dengan tanggal 10 Mei 2021 menunjukkan transaksi timah luar negeri terjadi dalam 126 Lot dalam 622 Ton, dengan nila transaksi USD 18.38.392
Bergeraknya transaksi di perdagangan timah luar negeri di Bursa Berjangka Jakarta ini, juga telah memberikan kontribusi terhadap penerimaan negara. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2019, tarif royalti logam timah ditetapkan sebesar 3 persen. Dengan nilai transaksi sebesar Rp. 4,6 Triliun, royalti yang masuk ke kas negara ada di kisaran angka Rp. 138 Miliar.
“Adanya transaksi timah di Jakarta Futures Exchange (JFX), tentunya akan menjadi etalase Indonesia pasar timah dunia. Sebagai negara yang memiliki cadangan timah kedua terbesar didunia dengan cadangan sebesar 31 persen, sudah selayaknya Indonesia akan turut menjadi penentu harga timah dunia. Selain itu, adanya transaksi timah luar negeri juga akan memberikan kontribusi langsung terhadap penerimaan negara dalam bentuk royalty,” terangnya.
Sebagai lembaga kliring, lanjutnya, selain memastikan transaksi berjalan sesuai dengan regulasi yang ada, tentunya KBI juga akan terus meningkatkan layanan dalam kepada para pemangku kepentingan di ekosistem perdagangan timah ini. “Apa yang dilakukan KBI dalam lingkup perdagangan timah di Bursa Berjangka Jakarta ini, tentunya sejalan dengan peran KBI sebagai Badan Usaha Milik Negara, dimana KBI juga memiliki peran untuk turut mendorong pertumbuhan ekonomi nasional,” tambahnya.
Terkait perdagangan timah luar negeri, catatan dari KBI sebagai lembaga kliring menyebutkan, sepanjang tahun 2020 Transaksi Pasar Fisik Timah Murni Batangan di Bursa Berjangka Jakarta yang di kliringkan di PT Kliring Berjangka Indonesia (Persero) mencapai 12.209 Lot dengan nilai US $ 1.032.306.793, atau sekitar Rp15,5 Triliun, dengan royalty kepada negara sebesar Rp465 Miliar.
[ad_2]