[ad_1]
Suara-Pembaruan.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mensosialisasikan POJK Nomor 57/POJK.04/2020 tentang Penawaran Umum Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi atau Securities Crowfunding (SCF) kepada pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di wilayah Sulawesi, Maluku, Papua, serta Wilayah Bali dan Nusa Tenggara.
Hal ini dikatakan oleh Kepala Suara-Pembaruan.com Pengawas Pasar Modal OJK Hoesen secara virtual di Jakarta, Selasa, 8 Juni 2021.
“Kegiatan sosialisasi yang diselenggarakan pada hari ini diharapkan dapat membuka wawasan peserta mengenai alternatif solusi pendanaan bagi UMKM, melalui instrumen pasar modal berbasis teknologi informasi,” katanya.
Ia mengatakan OJK dalam meluncurkan SCF dengan pertimbangan yang matang dan juga mencermati serta mengadopsi budaya yang sangat lekat di tengah masyarakat yaitu budaya gotong royong.
Menurut dia, istilah crowdfunding dapat diartikan sebagai urunan dana atau patungan untuk membantu saudara, kerabat, atau sahabat yang sedang membutuhkan bantuan.
“Budaya-budaya tersebut kemudian kita serap ke dalam bentuk aktivitas bisnis di pasar modal melalui konsep penawaran efek. Hanya saja, mekanismenya dilakukan melalui aplikasi atau platform digital atau sering kita sebut dengan istilah financial technology securities crowdfunding,” ujar Hoesen.
Pada awalnya fintech crowdfunding diatur dalam POJK Nomor 37 tahun 2018 tentang Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham Berbasis Teknologi Informasi atau sering disebut Equity Crowdfunding (ECF). Setelah dievaluasi oleh OJK, kegiatan ECF itu ternyata masih memiliki banyak keterbatasan, di antaranya jenis pelaku usaha harus berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT) dan jenis efek yang dapat ditawarkan hanya berupa saham.
Sebagai gambaran, sampai akhir Desember 2020 jumlah penerbit atau pelaku UMKM yang memanfaatkan ECF dari empat penyelenggara, baru mencapai 129 penerbit dengan jumlah dana yang dihimpunRp191,2 miliar. Jika dibandingkan dengan jumlah UMKM menurut data Kemenkop UKM tahun 2018 sebesar 64 juta pelaku usaha, jumlah penerbit ECF tersebut masih sangat sedikit.
Berkaca dari evaluasi, OJK memutuskan untuk mencabut POJK Nomor 37 tahun 2018 dan menggantinya dengan POJK Nomor 57 tahun 2020 untuk memperluas jenis pelaku usaha yang dapat terlibat, tidak hanya PT tapi CV, Firma, dan Koperasi. Selain itu POJK 57 tersebut juga memperluas jenis efek yang dapat ditawarkan, dari hanya saham, kini bisa obligasi dan sukuk.
“Di samping memberikan kemudahan dari sisi penerbit (UMKM), kebijakan ini juga diharapkan dapat memberikan kesempatan luas bagi para investor ritel, khususnya yang berdomisili di daerah kedudukan UMKM yang menerbitkan SCF untuk berkontribusi pada pengembangan ekonomi di daerah masing-masing,” kata Hoesen.
Pasca diterbitkannya POJK Nomor 57 tahun 2020, hingga 31 Mei 2021 total penyelenggara bertambah jadi lima dan jumlah penerbit atau pelaku UMKM yang memanfaatkan ECF juga tumbuh 17,05 persen (ytd) jadi 151 penerbit. Jumlah dana dihimpun naik 43,02 persen (ytd) jadi Rp273,47 miliar. Dari sisi pemodal juga tumbuh 49,06 persen (ytd), dari per 31 Desember 2020 hanya 22.341 menjadi 33.302 investor. (red/pen)
[ad_2]