[ad_1]
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, menjelaskan kepada VOA, Sabtu (10/6), bahwa penggunaan pekerja warga negara asing (WNA) sebagai pengawas dalam proyek Ibu Kota Nusantara (IKN)akan menimbulkan resistensi publik. Pasalnya, proyek itu menggunakan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Trubus menanggapi pernyataan Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar, Jumat (9/6), dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), tentang penggunaan pekerja asing atau ekspatriat dalam proyek IKN.
Luhut mengaku terpaksa memakai pekerja asing untuk memastikan kualitas hasil pengerjaan proyek di IKN bagus.
Dia menambahkan tenaga kerja asing baru boleh dipekerjakan di proyek IKN kalau sudah ada investor yang masuk.
“Yang kedua, itu (penggunaan orang asing dalam proyek IKN) akan menjadi masalah baru di mana munculnya kecemburuan sosial. Karena tidak saja masyarakat di sekitar IKN, tapi sebagian besar di tengah banyaknya pengangguran. Saya khawatir ini akan dipolitisasi oleh partai-partai yang selama ini mengusung perubahan atau partai-partai yang kurang sejalan dengan kebijakan pemerintah,” kata Trubus.
Mempekerjakan ekspatriat dalam proyek IKN juga bisa menimbulkan persepsi negatif bahwa pemerintah dianggap tidak mempercayai kemampuan warganya sendiri. Selain itu, bisa menjadi bahan olokan negara lain.
Trubus mengatakan masalah lainnya adalah para pengawas asing akan menyulitkan para pekerja lokal dalam konteks bahasa dan sebagainya. Jika pengawas asing dianggap arogan atau lain sebagainya, malah bisa memunculkan persoalan baru dan mengancam keselamatan para pengawas asing.
Untuk menghindari polemik, Trubus menyarankan pemerintah mempekerjakan gabungan antara pakar dari Indonesia dan asing sebagai pengawas dalam proyek IKN. Posisi utama tetap dipegang oleh orang Indonesia. Para pekerja asing hanya sebagai konsultan, sedangkan para pengawasnya dari Indonesia.
Pembangunan IKN Lambat
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menjelaskan proses pembangunan di IKN berjalan lambat untuk mencapai target yang signifikan. Selain masalah waktu, pendanaan IKN masih menggunakan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan belum ada investor yang masuk.
Dia melihat pemerintah berharap tahun depan area inti dari IKN sudah terbangun istana presiden, gedung MPR/DPR, dan beberapa fasilitas dasar yang lain. Berdasarkan surat edaran, pegawai negeri baru diharuskan pindah ke IKN paling lambat Juni 2024.
Namun, Faisal mengingatkan masih banyak pembangunan yang harus dikebut sehabis 2024 agar IKN bisa berfungsi dan beroperasi secara ideal dalam menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan.
“Permasalahannya lebih apakah kemudian dia (IKN) bisa lebih cepat atau lambat. Apakah betul-betul lebih efektif bisa memindahkan seluruh fungsi pemerintahan pusat ke ibu kota yang baru atau tidak. Pertanyaannya lebih pada ke sana, menurut saya,” kata Faisal.
Menurutnya, lambatnya proses pembangunan IKN karena masalah waktu. Direncanakan sejak 2015 baru selesai rencana dan desain lima tahun kemudian. Kemudian sudah waktunya pendek, datang pandemi Covid-19 sehingga makin memperlambat.
Masalah kedua dalam proyek IKN tambahnya adalah soal pendanaan. Awalnya porsi APBN yang dipakai kecil porsinya, yakni belasan persen, tapi sekarang kenyataannya proyek IKN seratus persen didanai oleh APBN hingga 2024. Masalah makin bertambah karena arus kas tidak lancar.
Faisal memperkirakan perampungan proyek IKN akan memakan waktu lama. Apalagi tahun depan akan terjadi pergantian kepemimpinan, meski mungkin proyek IKN akan diteruskan.
Dia menekankan yang menjadi masalah dalam proyek IKN adalah manajemen dan pendanaan. Padahal, mestinya kedua isu ini sudah matang di tahap perencanaan karena memindahkan ibu kota bukan persoalan mudah.
Karena itu, lanjut Faisal, pemerintah akan membutuhkan sangat banyak sumber daya untuk mewujudkan proyek IKN. Kemudian pemerintah harus mampu menggalang pendanaan dari luar APBN. Jika pendanaan dari APBN cukup banyak dan investor banyak, proyek IKN bisa berjalan cukup lancar.
Di luar masalah pendanaan, perencanaan proyek IKN harus bisa menunjukkan keseriusan, didesain dengan baik dan mampu meyakinkan para investor.
“Saya pikir desain yang menunjukkan keseriusan secara tahapan sampai pada bagaimana dia dijual, menjual visi. Itu belum terlalu kelihatan di IKN, jadi seperti apa ini jadinya nanti. Itu belum banyak kita lihat, Ini yang membuat investor ragu, sebetulnya kayak gimana ke depannya,” ujar Faisal.
Partisipasi UMKM
Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) Bambang Susantono mengatakan, pembangunan Nusantara mempunyai dua mesin untuk saling bekerja sama. Pertama, APBN untuk membangun fasilitas dan infrastruktur dasar dengan target akan pengerjaan hingga 2024. Kedua adalah investor domestik.
Menurut dia, sektor Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dapat terlibat dalam membangun Nusantara. OIKN tidak hanya menyasar investor besar, tapi juga UMKM.
Hingga akhir tahun ini OIKN mempunyai beberapa komitmen dengan investor internasional dalam membangun Nusantara.
“Setidaknya ada lima negara yang sedang dalam proses (kesepakatan), antara lain Korea Selatan, lalu Jepang, China, Jerman, dan juga UAE (Uni Emirat Arab),” jelas dia.
Agenda kerja sama saat ini yang dilakukan OIKN dengan berbagai institusi yakni, dalam membuat cetak biru dan master plan untuk Nusantara. Hal lain adalah dalam mengampanyekan proses dan perwujudan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs.
Khususnya untuk investor, Nusantara akan menjadi kota yang secara konsisten dan berkesinambungan menerapkan komitmennya dalam bidang Environment, Social, and Governance (ESG). [fw/ft]
[ad_2]