[ad_1]
Seekor harimau Sumatra (panthera tigris sumatrae) dilaporkan mati karena terkena jerat sling di Desa Pastapjulu, Kecamatan Tambangan, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatra Utara (Sumut). Kepala Bidang Teknis Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumut, Fifin Nopiansyah, mengatakan kematian harimau itu berawal saat satwa dilindungi tersebut terkena jerat di Desa Pastapjulu, Sabtu (20/5) kemarin. Harimau itu sempat mendapatkan bantuan medis, namun tak tertolong lagi.
“Satwa telah berhasil kami evakuasi dari jerat. Tapi mungkin karena kondisinya sudah dehidrasi cukup akut. Jadi tidak bisa diselamatkan,” katanya, Senin (22/5).
Menurut Fifin, harimau itu juga sempat dievakuasi dari desa menuju Kantor Taman Nasional Batang Gadis. Petugas berencana memberikan perawatan di Sanctuary Harimau Barumun di Kabupaten Padang Lawas Utara, Sumut.
“Rencana mau dirawat inap di Sanctuary Harimau tapi ya tidak tertolong,” ucapnya.
Fifin menjelaskan harimau itu mengalami luka pada bagian kakinya usai terkena jerat. Setelah dinekropsi, bangkai harimau Sumatra itu dikuburkan.
“Dia mati setelah terkena jerat sling. Kami dapat informasi hari Jumat. Kemungkinan sebelum itu (terkena jerat). Mungkin itu jerat untuk satwa lain sepertinya. Karena di sana ada babi juga tapi di situ memang perlintasan harimau,” jelasnya.
Aktivis Lingkungan: Perlu Mitigasi Masyarakat
Pemerhati satwa sekaligus founder dari Yayasan Suara Hutan Indonesia (“Voice of Forest”), Bim Harahap, mengatakan diperlukan mitigasi, berupa penguatan basis pengetahuan masyarakat, ketika melihat satwa liar terutama harimau yang masuk ke kawasan perkebunan atau permukiman.
“Paling utama adalah menghubungi otoritas terkait ketika ada satwa yang masuk karena secara psikologis kita juga tidak bisa sepenuhnya menilai ini sebagai kelalaian masyarakat. Memang di masyarakat yang berkebun di pinggir hutan itu memiliki jerat babi untuk mencegah hama ke lahan pertanian. Itu memang selama ini terjadi di masyarakat pinggir hutan,” ucapnya.
Bukan hanya itu, respon cepat petugas juga dinilai sangat penting menjadi mitigasi agar kejadian kematian harimau Sumatra tak lagi terulang.
“Sehingga masyarakat bisa aman dan satwa bisa diselamatkan. Kepastian keamanan dari otoritas dan kehadiran respons cepat itu penting. Kami menyoroti koordinasi multi pihak dalam mitigasi konflik satwa liar terutama harimau. Ada aturan yang selama ini untuk membentuk satuan tugas mitigasi konflik. Tapi beberapa tahun terakhir satuan tugas itu harus dibuat kembali atau diperbaharui. Semua pihak harus memiliki peran aktif,” kata Bim.
Dua Harimau Mati Terkena Jerat dalam Satu Minggu, Operasi Pembersihan Jerat Diintensifkan
Kejadian itu kian menambah daftar hitam terkait kematian harimau akibat terkena jerat di Pulau Sumatra. Sebelumnya, seekor harimau Sumatra di Nagari Tanjung Baringin, Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatra Barat, juga dilaporkan mati usai terkena jerat babi yang dipasang oleh masyarakat, Selasa (16/5).
Kepala BKSDA Sumbar, Ardi Andono, mengatakan telah melakukan kegiatan sapu bersih jerat pasca kematian harimau Sumatra di Nagari Tanjung Baringin. Hal itu dilakukan untuk mencegah terulangnya kematian harimau akibat ulah manusia. Selain itu BKSDA Sumbar melakukan sosialisasi penghentian penggunaan jerat ke masyarakat.
Berdasarkan kesepakatan dengan masyarakat Nagari Tanjung Baringin. Masyarakat di wilayah itu sepakat untuk menggunakan pagar yang terbuat dari bambu, waring, mulsa, dan kearifan lokal, berupa kotoran serta air seni harimau, untuk pengganti jerat ratus.
Bahaya Jerat Ratus
Jerat ratus merupakan perangkap berbahaya yang terbuat dari kawat ban truk dengan tali induk sepanjang 10 meter sebagai pagar. Di dalam bentangan itu terdapat 10-20 jerat dengan simpul hidup. Pembuat jerat hanya ada di Nagari cubadak Pasaman dengan jumlah pengrajin sebanyak 5-10 orang.
“Pagar kebun akan menggunakan bambu yang dibangun secara gotong royong. BKSDA Sumbar akan memeberikan pengetahuan penggunaan kotoran harimau berikut kotorannya. Para pemuda mengharapkan pelatihan untuk penanganan konflik harimau agar tidak ada lagi satwa endemik Pulau Sumatra yang menjadi korban. Mengingat harimau adalah penjaga kampungnya,” jelas Ardi.
Sebelumnya, interaksi negatif antara manusia dan harimau Sumatra juga tercatat terjadi di kawasan hutan Sungai Siam, Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau, Kamis (18/5). Satu orang penebang liar, Arbain (46), tewas diterkam harimau Sumatra di kawasan hutan Sungai Siam.
Kepala BBKSDA Riau, Genman Suhefti Hasibuan, mengatakan pihaknya telah menurunkan tim untuk menyelamatkan harimau Sumatra dari tindakan anarkis. Warga juga diimbau untuk menghentikan aktivitas di sekitar lokasi tersebut yang merupakan habitat harimau Sumatra.
“Kami menemukan maraknya penebangan liar di lokasi kejadian. Di mana lokasi tersebut menjadi bagian habitat harimau Sumatra di lanskap Semenanjung Kampar. Kami menyampaikan belasungakawa kepada keluarga korban dan menghimbau agar masyarakat tidak bertindak anarkis pada satwa liar terutama harimau Sumatra,” kata Genman melalui keterangan tertulisnya. [aa/em]
[ad_2]