[ad_1]
Indonesia pada hari Senin (30/1) menerima keketuaan ASEAN Business Advisory Council (ABAC) dari Kamboja. Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) sekaligus Ketua ASEAN-BAC 2023, Arsjad Rasjid mengatakan visi Indonesia dalam peran keketuaannya adalah untuk memperkuat konektivitas atau hubungan antar negara di wilayah Asia Tenggara melalui peran krusial kelompok bisnis dan swasta.
Kepemimpinan ASEAN oleh Indonesia, kata Arsjad, akan membawa babak baru dalam hal keterlibatan dan dukungan penuh swasta atau sektor bisnis terhadap langkah dan kebijakan pemerintah yang ingin memajukan negara-negara kawasan ASEAN yang kuat, inklusif dan berkelanjutan.
“Kita harus tahu apa yang akan dilakukan ASEAN secara bersama. Kita bisa berbeda tapi kita satukan. Dengan cara apa? Dengan cara satu partnership value gotong royong, iklusif dan collaboration di antara kita. Inilah yang penting. Kalau kita sudah mempunyai pandangan yang sama nanti kita akan kuat,” kata Arsjad.
Menurutnya dengan total PDB yang tumbuh setiap tahun, saat ini ASEAN menjadi kawasan dengan pertumbuhan ekonomi terbesar kelima di dunia sehingga sangat potensial untuk menjadi pusat investasi global.
Dengan mengusung tema “ASEAN Centrality: Innovating Toward Greater Inclusivity,” Arsjad mendorong agar ASEAN menjadi pusat pertumbuhan ekonomi. Menurutnya ASEAN-BAC sebagai wadah dari pebisnis seluruh negara anggota ASEAN harus bisa membantu negara ASEAN mewujudkan Sentralitas ASEAN.
Arsjad mengajak kalangan pebisnis yang tergabung dalam ASEAN-BAC untuk bisa memposisikan ASEAN di pusat arsitektur ekonomi global sebagai tujuan bersama, melalui berbagai inovasi teknologi dan bisnis serta menjalankan praktik inklusivitas.
Ada lima isu prioritas utama, kata Arsjad, yang harus dibahas dan diatasi bersama untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan pengembangan budaya di ASEAN. Yaitu isu proliferasi dan adopsi transformasi digital, praktik pembangunan berkelanjutan untuk pelestarian, mempersiapkan krisis di masa depan, ketahanan kesehatan dan upaya fasilitas perdagangan. Kelima isu ini, tambahnya, sangat penting karena ASEAN tengah menghadapi fase pemulihan ekonomi dan bisnis usai pandemi COVID-19.
Untuk menjawab permasalahan itu, Arsjad mengatakan rekomendasi kebijakan dari sektor swasta akan difokuskan pada tiga pilar utama yang didasarkan pada rencana utama konektivitas ASEAN. Tiga pilar ini adalah logistik dan infrastruktur, regulasi dan sumber daya manusia.
Arsjad mengusulkan agar fokus utama penerima manfaat dari program ini adalah UMKM, yang merupakan kategori pelaku usaha terbesar di kawasan.
Kolaborasi Mendukung Prioritas Ekonomi Indonesia
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan kerjasama pemerintah dan ABAC perlu lebih ditingkatkan khsusnya dalam kolaborasi mendukung prioritas ekonomi Indonesia.
Menurutnya perdagangan global mengalami kondisi yang sulit termasuk perdagangan intra-ASEAN yang mengalami pertumbuhan stagnan sejak 2008 berkisar 21-25 persen. Padahal ASEAN memiliki potensi perekonomian yang besar, salah satunya sektor logistik. Selain perdagangan, tambahnya, peningkatan investasi juga penting karena akan menjaga tingkat pertumbuhan dan daya saing di kawasan dan global. Untuk itu, Zulkifli berharap Indonesia dapat membawa perubahan besar di keketuaannya.
“Kalau bisa bareng-bareng, di ASEAN tumbuh besar, nah kita bisa menjadi sesuatu kekuatan ekonomi dunia yang juga bisa berperan serta memperkuat kerjasama dunia tadi,” ujar Zulkifli.
Benahi Internal ASEAN
Pengamat ekonomi di Institute For Development of Economic and Finance (INDEF) Eko Listiyanto mengatakan sebelum memasang target untuk menjadi pusat investasi global, sedianya ASEAN mengembangkan terlebih dahulu kapasitas di lingkungan internal ASEAN. Persoalannya saat ini, dalam soal perdagangan banyak negara-negara ASEAN lebih “bermain” ke luar kawasan ASEAN.
“Harus ada kesepakatan bersama di antara ASEAN sehingga ketika beraliansi itu nanti bargaining position ekonomi dengan negara lain untuk mencapai tujuan global itu bisa terealisasi. Jangan sampai nanti masih tetap, misalkan Uni Eropa mau invest ke ASEAN, masih harus Indonesia sendiri, Malaysia sendiri, Singapur sendiri. Kalau kayak gitu kan tidak pernah selesai,” kata Eko. [fw/em]
[ad_2]