Suara-Pembaruan.com –– Laksamana TNI (Purn) Ade Supandi adalah orang Sunda kedua setelah Laksamana (anumerta) R.E Martadinata yang menjadi Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal). Perjalanan karirnya menjadi catatan sejarah tersendiri di dunia militer Indonesia.
Kesamaan antara RE Martadinata dan Ade Supandi, keduanya sama-sama putra Pasundan. Keduanya juga berada di bawah kepemimpinan yang boleh dibilang concern terhadap Maritim.
Jika RE Martadinana di bawah pimpinan Bung Karno. Ade terpilih sebagai Kasal ke 25 saat Jokowi juga concern terhadap pembangunan kemaritiman, Jalesviva Jayamahe.
Ade Supandi resmi dilantik Presiden 31 Desember 2014.
Tiga Tahun lebih memimpin Angkatan Laut. Meskipun kini sudah memasuki purna tugas di TNI AL, ada saja yang konsultasi padanya. Tentunya, terkait banyak pengetahuan dan konsisten dengan integritasnya.
“Contoh panutan yang rendah hati. Di lingkup orang media, beliau disebut tokoh militer yang tidak garang, jauh dari kesan seram, bijaksana, cenderung punya sifat humoris tinggi dan tidak anti kritik,” ujar S.S Budi Raharjo, CEO majalah Eksekutif dan Pemred Matra.
Pak Ade orangnya bersahabat, sosok cerdas dan humanis. Bahkan sebagai nara sumber bisa dikonfirmasi 24 jam, lewat teknologi. Kemampuan dan ketrampilan nya menghadapi jurnalis dengan pertanyaan kritis pun dihadapi, bisa berdialog.
“Jenderal yang kekinian. Bangsa Indonesia beruntung memiliki sosok seperti ini. Hingga kini terus menjadi figur pemimpin yang diimpikan dimana kita saat ini sedang krisis figur pemimpin,” masih pendapat Budi Jojo tentang Ade Supandi yang sejak Juni 2018 retired dari dinas militer.
Sejatinya the old soldier never die just fade away.
“Seorang prajurit tua tidak akan pernah mati, namun hanya berpaling (menepi) memberi kesempatan kepada generasi berikutnya,” ujar Asri Hadi, wartawan senior mengutip ungkapan perpisahan Jenderal Besar Douglas Mac Arthur pada 1951.
Begitulah apresiasi dari kolega dan apresiasi dari sahabat tentang sosok hebat yang rendah hati ini. Yang sebagian pernah diungkap dalam buku Biografi dari Ade Supandi, yang laris manis di toko buku.
Buku biografi itu menjadi referensi menjadi kaca benggala sebagai media refleksi dan memberikan mafaat kepada anak cucu dalam menghadapi kehidupan di masa kini dan mendatang.
Tepat 26 Mei 1960 silam, lahirlah seorang anak laki-laki sejati dari keluarga sederhana pasangan H Udjer Djauhari dan Hj Djuariah. Anak ketiga dari sebelas bersaudara yang asli Batujajar ini dibesarkan dengan sifat tegas dan disiplin.
Hidupnya religius dan berasahaja. Diajar berempati dan menghargai sesama. “Tidak pernah marah sama istri dan anak-anak,” demikian sang istri bersaksi tentang super sabarnya sang suami.
Tepat 30 Desember 1990 adalah hari yang bersejarah bagi Ade Supandi dan Endah Esti Hartanti Ningsih. Itulah momentum kedua insan ini memulai lembaran hidup baru, mereka menikah.
Yang diungkap oleh ibu Iin di ultah Ade Supandi ke 63, bukan saja Ade Supandi yang romantis atau sebagai istri tentara yang mengalami bujet minimalis.
“Bapak memiliki sifat tidak pernah menyuruh orang lain, selagi masih bisa dikerjakan sendiri,” ujar sang istri, terhadap pria yang paling suka nonton wayang ini.
“Sebagai istri ya harus tahu dengan prinsip itu,” ujar Endah Esti Hartanti Ningsih, yang kini sudah memiliki dua cucu ini.
Disebutkan, Ade Supandi merupakan sosok pendiam, tekun dan sangat sabar. Merupakan sosok yang selalu positive thingking dan visioner, konsisten dan jujur.
Istri tercinta Dr Ade Supandi, yang kerap dipanggil Iin punya banyak cerita, bagaimana suka duka dilalui dengan rasa syukur.
Momen ulang tahun ke 63 Ade Supandi yang dirancang Anindita Rivy Larati juga dilakukan secara sederhana, menjadi demikian terkesan karena dihadiri keluarga dan sahabat dekat.
Momen Ulang Tahun ke 63 Ade Supandi, Kasal Kedua Dari Tanah Pasundan