Masyarakat baru saja disuguhkan oknum Badan Narkotika Nasional (BNN) yang selama ini diharapkan menjadi garda paling depan dan tertangguh dalam pemberantasan narkotika.
Sang oknum tiga orang aparat BNN yang diduga jadi penyimpan, pengedar narkotika jenis shabu hingga mereka didudukkan di kursi pesakitan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara.
Terungkap bahwa shabu barang bukti yang ditransaksikan ketiga oknum itu tidak kurang dari 3,7 Kg senilai miliaran rupiah. Dijual dengan harga Rp 1.250.000/gramnya.
Nah, kini, ramai diperbincangkan di masyarakat, polisi yang diduga mencuri “barang bukti” seberat 11 Kg Sabu.
Berapa nilainya itu?
“Jangan hanya bicara nilai uang, tapi nilai seorang Kapolri yang saat ini mendapat respek di masyarakat. Jangan biarkan ini menjadi skandal di Kepolisian,” ujar Asri Hadi, Wakil Sekjen LSM Bersama yakin Jenderal Listyo paling tidak suka jika ada anak buahnya yang model begini.
Pria yang merupakan aktivis anti narkoba sejak jaman Bakolak Inpres mengingatkan aparat kini dipantau masyarakat. Jangan main-main di era digital, dimana keterbukaan sekarang ini bisa membuat hal baik juga hal buruk.
Kiranya berita oknum semacam ini tak perlu jadi viral, baru aparat membersihkan internal yang nakal.
Sistem di Kepolisian atau BNN, harus menjaga jangan sampai kejadian jual barang bukti atau memblokir uang TSK narkoba, untuk kemudian dimainkan keperluan pribadi. Yang buntutnya kemudian membuat buruk citra institusi.
Jika kemarin BNN langsung responsif, menghadapi aparat nakal. Kiranya kepolisian juga demikian.
“Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo sepertinya sudah menugaskan Kapolda dan sudah menurunkan tim Propam untuk menelusuri siapa yang bertanggung jawab atas hilangnya barang bukti itu,” kata Asri Hadi.
Pria yang merupakan pengurus Asosiasi Media Digital Indonesia ini yakin dengan komitmen TB satu, yang dikenal dengan tagline Polri Presisi.
“Ini saatnya Bapak Kapolri membersihkan jajaran kepolisian dari ulah oknum yang merugikan nama baik institusi. Tidak bisa memberantas kejahatan secara profesional jika masih menggunakan sapu kotor,” ujar Asri Hadi
Asri Hadi sangat menyayangkan adanya dugaan hilangnya barang bukti 11 kilogram sabu dalam penangkapan kasus narkoba.
“Jika terbukti mereka mengambil barang bukti tersebut secara ilegal maka pimpinan Polri harus mengambil tindakan tegas, bahkan bisa berakibat pemecatan, karena perbuatan mereka telah mencoreng nama institusi Polri yang sedang membangun kepercayaan publik dan sikap profesionalitas,” papar Asri.
Hal senada sebelumnya disampaikan Ketua Umum Generasi Peduli Anti Narkoba (GPAN) Brigjen Pol Pur ADV Drs Siswandi.
Jenderal Bintang Satu purnawirawan Polri ini benar-benar dibuat geram dan greget mendapat laporan Barang Bukti (Barbuk) 11 kg Sabu hilang dicuri di Surabaya.
Informasi itu menyebut pencurinya diduga anggota kepolisian.
Sebagai mantan perwira tinggi polisi yang selama ini memperjuangkan Indonesia Bersih Narkoba, Siswandi menyebut pencuri, jika benar anggota polisi, itu layak disebut Penjahat Negara.
“Kami dari GPAN mendesak Kaporli untuk mengusut tuntas dan mengungkap kasus ini. Jangan sampai institusi yang menjadi tulang punggung Negara tercoreng oleh ulah tak terpuji oknum kepolisian yang seharusnya menjaga marwah hukum,” ungkap Siswandi, kepada pers di Jakarta.
Siswandi tidak hanya menjuluki Penjahat Negara bagi polisi pencuri barbuk 11 kg Sabu, juga mendesak Kapolri untuk memecat yang bersangkutan di muka publik. Contoh bahwa negara sangat konsen terhadap pemberantasan narkoba.
“Kami benar-benar kecewa dengan oknum polisi pencuri barbuk 11 kg Sabu,” tandas mantan perwira tinggi Mabes Polri dan BNN yang juga saat ini menjadi advokat di Law Firm Jagratara Merah Putih itu.
Usut punya usut, nampaknya 11 kg Sabu itu merupakan barang bukti yang terungkap dalam sidang Agus Hariyanto, kurir narkoba asal Medan. Sontak berita ini mengggerkan jagat media dan khalayak nasional.
Seperti ditukil dalam dokumen dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Suparlan dari Kejari Surabaya, terdakwa Agus Hariyanto pada Sabtu (5/9/2020) di Hotel Swiss Bell Medan, Sumatera Utara, bersama Riki Reinnaldo (tewas ditembak aparat) mendapat 35 bungkus Sabu dalam kemasan teh asal China masing masing seberat 1 kg dari bandar Saepudin (DPO) untuk dibawa ke Jakarta dan Surabaya.
Barang bukti sabu yang dimasukan dalam dua koper tersebut oleh terdakwa sebanyak 15 bungkus (15 kg) diserahkan kepada pengedar di Jakarta.
Namun petugas Satreskoba Polrestabes Surabaya yang telah memetakan keberadaannya, Senin (6/9/2020) terdakwa bersama dua rekannya yakni Nur Cholis (44) dan Riki Reinnnaldo (22) ditangkap di salah satu hotel di kawasan Sukomanunggal, Surabaya.
Karena berusaha melawan dan menyerang petugas menggunakan parang saat akan diamankan, kedua rekan terdakwa Nur Cholis (44) dan Riki Reinnaldo (22) diberi tindakan tegas dan tewas setelah dadanya diterjang timah panas.
Dari tangan ketiganya petugas menyita barang bukti sabu seberat 21 kg. Namun ternyata saat disidangkan barang bukti di pengadilan hanya 10 kg dan yg 11 kg lainnya raib entah kemana.
Jaksa Suparlan saat dikonfirmasi wartawan di Pengadilan Negeri Surabaya, Senin (5/4/2021) terkait jumlah barang bukti yang dihadirkan dalam sidang, menyatakan sesuai dakwaan. Jaksa hanya mendapat limpahan sesuai dakwaan.