Hotline Redaksi: 0817-21-7070 (WA/Telegram)
Internasional

Polisi Ungkap 13 Kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang di Sulteng

198
×

Polisi Ungkap 13 Kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang di Sulteng

Sebarkan artikel ini
Polisi Ungkap 13 Kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang di Sulteng

[ad_1]

Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah Kombes Pol Djoko Wienartono mengatakan sejak di bentuk pada 5 Juni 2023, Satuan Tugas (Satgas) Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Polda Sulteng telah mengungkap 13 kasus TPPO.

“Dari ke-13 kasus ini berkategori pekerja migran Indonesia (PMI) sebanyak dua kasus, kemudian pekerja seks komersial –sebanyak- tujuh kasus, terkait dengan eksploitasi anak, empat kasus kasus,” kata Kombes Pol Djoko Wienartono di hubungi VOA, Jumat (17/6).

Dari pengungkapan kasus tersebut, polisi berhasil menyelamatkan 16 korban yang terdiri 11 orang dewasa dan lima anak-anak. Namun, Wienartono tidak memerinci lokasi pengungkapan kasu itu. Polisi juga menangkap 14 tersangka pelaku.

Polisi Ungkap 13 Kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang di Sulteng

ASD, salah satu tersangka TPPO WNI ke Myanmar digiring Petugas Bareskrim Polri menuju konferensi pers pada Selasa (16/5) di Mabes Polri, Jakarta.

Polda Sulteng mengimbau warga masyarakat di wilayah itu untuk tidak mudah tergiur dengan iming-iming gaji tinggi bekerja di luar negeri dan selalu memastikan penyalur tenaga kerja memiliki izin resmi dari pemerintah. Begitupun dengan para orang tua agar mengawasi anak-anak supaya tidak menjadi korban eksploitasi.

Kepolisian Republik Indonesia (Polri) membentuk Satgas TPPO di seluruh Indonesia sebagai

tindak lanjut dari instruksi Presiden Joko Widodo yang memerintahkan pemberantasan oknum pelindung pelaku TPPO. Satgas tersebut akan melakukan pemetaan dan menindak jaringan TPPO di Tanah Air.

Satgas TPPO Polri Tetapkan 414 Tersangka

Kepala Biro PenMas Divisi Humas Polri, Brigjen Polisi Ahmad Ramadhan.

Kepala Biro PenMas Divisi Humas Polri, Brigjen Polisi Ahmad Ramadhan.

Dikutip dari humas.polri.go.id, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjend Ahmad Ramadhan, Jumat (16/6), mengungkapkan Satgas TPPO Polri telah menetapkan 414 tersangka, berdasarkan 314 laporan polisi yang masuk terkait TPPO dan kejahatan perlindungan pekerja migran. Penindakan itu dalam kurun 11 hari, yakni pada 5-15 Juni 2023.

Ramadhan menyatakan dari ratusan laporan polisi, tercatat 1.314 orang menjadi korban. Korban terdiri dari perempuan dewasa 507 orang, perempuan anak 76 orang, laki-laki dewasa 707 orang dan laki-laki anak sebanyak 24 orang.

“Adapun berdasarkan data pengungkapan kasus, saat ini 64 kasus tahap penyelidikan dan 250 kasus tahap penyidikan,” kata Ramadhan.

Berdasarkan hasil pemetaan Satgas TPPO, kasus TPPO terbanyak terjadi di perumahan atau pemukiman yakni 129 kasus. Hotel menjadi tempat kasus TPPO terbanyak kedua dengan 33 kasus, dan ketiga di pelabuhan, yaitu 16 kasus.

“Sementara tempat kejadian perkara kejahatan perlindungan migran terbanyak di perumahan atau pemukiman yakni 41 kasus, jalan umum 10 kasus, dan perkantoran 9 kasus,” ungkapnya.

Adapun tiga modus tertinggi TPPO, kata Ramadhan, yakni membujuk sebanyak 92 kasus, mengangkut atau membawa 27 kasus dan merayu 23 kasus. Sementara modus tertinggi kejahatan perlindungan migran yakni membujuk 36 kasus, mengangkut atau membawa 12 kasus dan penipuan 9 kasus.

NTT adalah daerah dengan kasus TPPO cukup tinggi, pencegahan oleh pihak kepolisian menjadi salah satu kunci menekan kasus. (Foto: Dok Polres Manggarai Barat)

NTT adalah daerah dengan kasus TPPO cukup tinggi, pencegahan oleh pihak kepolisian menjadi salah satu kunci menekan kasus. (Foto: Dok Polres Manggarai Barat)

Butuh Komitmen Penyelenggara Negara

Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani mengatakan dibutuhkan komitmen dari aparat penyelenggara negara untuk mencegah TPPO. Apalagi sudah diketahui modus operandi penempatan ilegal PMI secara konvensional, yaitu calo turun langsung ke masyarakat menawarkan pekerjaan, gaji tinggi, cepat berangkat dan ditanggung semua biaya. Juga ada modus propaganda media sosial, yaitu korban mendapat info peluang kerja dari media sosial.

“Juga ada modus LPK (Lembaga Pelatihan Kerja-red) yang berwajah ganda. Di satu sisi, dia menyelenggarakan pelatihan, dan di sisi lain, dia melakukan penempatan. Dan ada juga penempatan ilegal yang dilakukan oleh perusahaan resmi. Ini juga tentu membutuhkan tindakan tegas,” papar Benny dalam diskusi Forum Hukum Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam, Rabu (14/6).

Benny Rhamdani mengingatkan risiko dari penempatan ilegal pekerja migran, yaitu rawan menjadi korban TPPO, rawan mengalami eksploitasi fisik dan seksual, gaji yang tidak dibayarkan, eksploitasi waktu kerja, pemutusan hubungan kerja secara sepihak.

Dari 2020 hingga 25 Mei 2023, BP2MI menangani 3.527 pekerja migran yang sakit, memulangkan 2.204 jenazah atau rata-rata dua hingga tiga jenazah per hari, serta menangani lebih dari seratus ribu PMI yang dideportasi dari luar negeri. [yl/ft]

[ad_2]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *