[ad_1]
Dua buah panci presto atau panci bertekanan tinggi, yang salah satu di antaranya sudah berlubang, tampak terpajang di meja barang bukti saat gelar kasus terorisme di Markas Polisi Polresta Solo, Jawa Tengah, Jumat (4/8). Tim Densus 88 menunjukkan panci dengan rangkaian elektronik yang sudah disusun menjadi bahan bom rakitan.
Juru bicara Mabes Polri Brjgjen Ahmad Ramadhan menyatakan barang bukti ini adalah hasil dari penangkapan 5 orang di Jawa Tengah yaitu Boyolali dan Sukoharjo selama pekan ini.
Menurut Ramadhan, kelima orang itu merupakan tersangka kasus terorisme bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar di Bandung tahun 2022 silam, dan hendak menarget Polresta Solo untuk aksi teror berikutnya.
“Ada 5 tersangka yang telah diamankan dan ditangkap di Boyolali dan Sukoharjo. Saat ini mereka menjalani pemeriksaan pendalaman tim Densus 88. Barang bukti yang kita sita dari kelima tersangka terkait kasus bom bunuh diri di Polsek Astana Amyar Bandung, 8 bulan lalu”, ujar Ramadhan di Mapolresta Solo, Jumat (4/8).
Kelima tersangka ditangkap di lokasi berbeda, dalam waktu berurutan, sejak akhir Juli hingga awal Agustus ini.
Polisi juga menggeledah rumah maupun lokasi tempat tinggal kelima tersangka di Boyolali dan Sukoharjo.
Salah seorang tersangka adalah istri mendiang Agus Sujatno, pelaku bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar Bandung Jawa Barat. Perempuan itu ditangkap di Sukoharjo. “Tersangka R, istri pelaku bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar itu telah mendorong atau memotivasi suaminya melakukan aksi teror,” ujar Ramadhan.
Ketika kasus bom bunuh diri itu terjadi, VOA sempat menelusuri tempat tinggal yang bersangkutan di perbatasan Solo-Sukoharjo. Sejumlah tetangga menceritakan R sempat syok dan menangis saat mengetahui suaminya melakukan aksi bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar. Ketika itu R alias UA alias UD ini sempat dibawa polisi untuk dimintai keterangan, namun kemudian diizinkan pulang.
Didikan Dr. Azahari?
Polisi mengatakan ada satu tersangka asal Boyolali yang menjadi perhatian khusus. Tersangka yang diidentifikasi sebagai Supri inj merupakan pimpjnan kelompok Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) di Solo dan sekitarnya; dan ia merupakan anak didik gembong teroris di Indonesia, mendiang Dr. Azahari alias Azahari Husin, gembong teroris kelahiran Malaysia tahun 1957, yang ditembak mati saat penggerebekan di Malang, Jawa Timur, beberapa tahun silam. Supri bergabung di JAT pada tahun 2008-2014, dan hingga sekarang mendukung kelompok ISIS di Indonesia.
Juru bicara Densus 88 Anti Teror Mabes Polri Kombes Pol. Aswin Siregar mengemukakan Markas Kepolisian Resor Kota Solo diperkirakan menjadi salah satu target aksi bom bunuh diri oleh kelompok di bawah kepemimpinan tersangka Supri itu.
“Berdasarkan keterangan dan penyelidikan yang kita gali dari tersangka S, menurut rencana S bersama dua orang lain yang sudah kita tangkap, salah satu sasaran aksi mereka adalah Mapolresta Surakarta atau Solo ini,” ungkap Aswin.
Tersangka Supri sebelumnya menyiapkan tiga paket bom. Dari tiga paket bom itu, dua paket di antaranya sudah diledakkan di Polsek Astanaanyar, Bandung, Jawa Barat, oleh Agus Sujatno alias Agus Muslim. Sementara satu bom lainnya dipersiapkan untuk diledakkan di Mapolresta Solo menunggu hasil rekrutmen “pengantin” – istilah untuk orang yang bersedia melakukan bom bunuh diri. Supri memang tidak melakukan aksinya sendiri. “Ia hanya merakit bom,” ujar Aswin.
Galang Dana Sosial, Himpun Dana Aksi Terorisme
Penelusuran VOA, keseharian tersangka Supri ini di Boyolali sebagai penjahit pakaian. Tidak banyak informasi yang bisa dihimpun karena sejunlah warga di sekitar rumah tersangka yang digeledah polisi Densus 88 itu menyatakan yang bersangkutan sangat tertutup dengan tetangga. Tersangka bahkan menolak membayar iuran kegiatan warga, ungkap seorang tetangga tersangka yang enggan disebut identitasnya.
Kelompok ini menghimpun dana dengan membuat kotak amal yang disebarkan di berbagai lokasi. Polisi mengatakan ada sekitar 50an kotak sumbangan yang sudah disita sebagai barang bukti. Kotak itu ditempeli sticker bertuliskan “Sahabat Langit Solo” atau “Sahabat Ummat Solo.”
Mantan narapidana terorisme, Munir Kartono, saat peluncuran buku “Narasi Mematikan Pendanaan Terorisme di Indonesia,” karya pakar terorisme sekaligus pendiri Yayasan Prasasti Perdamaian, Noor Huda Ismail, menceritakan pengalamannya sebagai pencari dana untuk kegiatan terorisme, tidak saja lewat kotak amal, tetapi juga memanfaatkan teknologi.
“Ada loh kelompok teror nyari dananya sudah memanfaatkan teknologi, sudah bisa melakukan aksi-aksi (penggalangan dana) di dunia maya. Kita melihat sekarang bagaimana potensi monetize tentang hal-hal yang bisa dilakukan di Internet, ternyata sampai game,” tutur Munir. [ys/em]
[ad_2]