Hotline Redaksi: 0817-21-7070 (WA/Telegram)
Berita

Anang Iskandar Buka Puasa Bersama Pimpinan Media: Perbedaan Undang-Undang Narkotika dan Undang-Undang Pidana dalam Penanganan Kasus Narkotika

2
×

Anang Iskandar Buka Puasa Bersama Pimpinan Media: Perbedaan Undang-Undang Narkotika dan Undang-Undang Pidana dalam Penanganan Kasus Narkotika

Sebarkan artikel ini
Anang Iskandar Buka Puasa Bersama Pimpinan Media: Perbedaan Undang-Undang Narkotika dan Undang-Undang Pidana dalam Penanganan Kasus Narkotika

Suara-Pembaruan.comAnang Iskandar Buka Puasa Bersama Pimpinan Media: Perbedaan Undang-Undang Narkotika dan Undang-Undang Pidana dalam Penanganan Kasus Narkotika

Dalam sebuah acara buka puasa bersama yang diadakan kemarin, Dr. Anang Iskandar, seorang pakar hukum yang berfokus pada isu narkotika, menyampaikan penjelasan mendalam mengenai perbedaan antara Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009 dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dalam penanganan kasus narkotika di Indonesia.

Acara ini dihadiri oleh sejumlah pimpinan media yang turut serta dalam diskusi mengenai tantangan penegakan hukum terkait narkotika di Indonesia.

Dr. Anang Iskandar memaparkan bahwa kedua undang-undang tersebut memiliki pendekatan yang berbeda dalam menangani masalah narkotika.

Meskipun keduanya mengatur tindak pidana narkotika, perbedaan signifikan terletak pada penekanan terhadap hukuman dan rehabilitasi. Berikut adalah poin-poin utama yang disampaikan oleh Dr. Iskandar dalam diskusi tersebut:

1. UU Narkotika: Fokus pada Pencegahan dan Rehabilitasi

Dr. Anang Iskandar menjelaskan bahwa Undang-Undang Narkotika lebih menekankan pada pencegahan penyalahgunaan narkotika serta upaya rehabilitasi bagi para penyalahguna.

UU Narkotika tidak secara eksplisit mengatur hukuman mati, melainkan memberikan pendekatan yang lebih manusiawi melalui pemulihan dan pencegahan.

“Tujuan utama UU Narkotika adalah untuk mengurangi angka penyalahgunaan narkotika dengan cara yang lebih berbasis pada rehabilitasi, bukan hanya hukuman semata. Pemerintah lebih fokus pada bagaimana memulihkan individu yang terlibat agar bisa kembali berfungsi sebagai anggota masyarakat yang produktif,” ujar Dr. Iskandar.

UU Narkotika juga memberikan perhatian lebih pada program rehabilitasi untuk korban penyalahgunaan narkoba, dengan harapan bisa membantu mereka keluar dari belenggu kecanduan dan kembali berintegrasi dengan masyarakat.

2. KUHP: Pendekatan Pidana yang Lebih Keras

Berbeda dengan UU Narkotika, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) cenderung menganggap tindak pidana narkotika sebagai kejahatan serius yang harus dihukum dengan sanksi pidana yang berat.

Dalam konteks ini, hukuman mati bisa dijatuhkan kepada pengedar atau bandar narkotika yang terlibat dalam peredaran narkoba dalam jumlah besar.

Dr. Anang Iskandar mengungkapkan, meskipun KUHP sering kali menjatuhkan hukuman yang sangat berat, hal tersebut lebih mengarah pada sanksi pidana murni dan tidak memberikan ruang yang cukup bagi rehabilitasi pelaku.

“KUHP lebih fokus pada pemberian hukuman yang tegas, dan kurang memperhatikan aspek rehabilitasi,” jelasnya.

3. Perampasan Aset untuk Memiskinkan Jaringan Narkoba

Salah satu poin penting yang disampaikan oleh Dr. Anang Iskandar adalah mengenai perampasan aset dalam Undang-Undang Narkotika. Selain hukuman penjara, UU Narkotika memungkinkan untuk melakukan perampasan terhadap aset yang dimiliki oleh pelaku narkotika.

Hal ini bertujuan untuk memiskinkan jaringan narkoba dan mengurangi kekuatan ekonomi mereka yang digunakan untuk mendanai aktivitas ilegal.

Dr. Iskandar menilai langkah ini sangat efektif dalam melumpuhkan operasi jaringan narkotika. “Dengan merampas aset mereka, kita tidak hanya menghukum mereka, tetapi juga melumpuhkan jaringan narkotika secara ekonomi. Ini adalah langkah yang sangat strategis dalam memerangi narkoba,” tambahnya.

4. Perbedaan Pendekatan dan Pentingnya Pemahaman Hukum

Dalam kesimpulannya, Dr. Anang Iskandar menyatakan bahwa meskipun kedua regulasi ini mengatur tindak pidana narkotika, terdapat perbedaan mendasar dalam pendekatannya. UU Narkotika lebih berfokus pada pencegahan, rehabilitasi, dan perampasan aset, sedangkan KUHP menekankan pada hukuman pidana yang lebih berat dan lebih banyak menggunakan pendekatan pidana murni.

“Oleh karena itu, penting bagi aparat penegak hukum untuk memahami perbedaan ini agar bisa mengambil keputusan yang lebih bijaksana, yang tidak hanya berfokus pada hukuman semata, tetapi juga pada upaya pencegahan dan pemulihan bagi pelaku,” tegas Dr. Anang Iskandar.

5. Penegakan Hukum Narkotika dan Tantangan yang Dihadapi

Acara buka puasa ini juga menjadi ajang diskusi mengenai tantangan yang dihadapi dalam penegakan hukum terkait narkotika di Indonesia.

Para pimpinan media yang hadir mengungkapkan bahwa pemberitaan yang akurat dan edukatif sangat penting dalam mengedukasi masyarakat mengenai bahaya narkotika dan pentingnya upaya pencegahan.

Upaya bersama antara pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat, termasuk media, sangat diperlukan untuk mengurangi dampak buruk penyalahgunaan narkoba di Indonesia.

Pemahaman yang lebih baik mengenai perbedaan antara UU Narkotika dan KUHP diharapkan bisa menjadi langkah awal dalam meningkatkan efektivitas penegakan hukum di bidang ini.

Dengan harapan bahwa perbedaan regulasi ini bisa dijembatani dengan lebih baik, Dr. Anang Iskandar mengakhiri diskusi dengan optimisme bahwa Indonesia dapat lebih efektif dalam menanggulangi peredaran narkoba yang semakin meluas.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *