[ad_1]
Suara-Pembaruan.com – Kepala Dinas Koperasi, UMKM, dan Perindustrian (DKUMKMP) Kota Balikpapan, Adwar Skenda Putra menyebut, industri rumah tangga sangat berpotensi untuk terus dikembangkan. Apalagi, industri ini terbukti dapat bertahan saat krisis ekonomi.
Dirinya mengatakan, industri rumah tangga yang ada saat ini harus mencontoh China. Pasalnya negara tersebut memiliki perkembangan industri rumah tangga yang sangat pesat.
“Jadi China itu kalau mau bikin pabrik, warga di belakangnya ini punya syarat.Orang-orang dibelakangnya ini adalah orang yang disekolahkan. Misalnya, disekolahkan teknik, untuk membuat sirkuit. Industri rumah tangganya mereka itu industri. Kalau kita lebih ke kue-kue, kuliner,” urainya.
Oleh karena itu, lanjutnya, Sentra Industri Kecil Teritip (SIKT) yang berlokasi di Kelurahan Teritip, Balikpapan Timur, akan dibuat sedemikian rupa. SIKT ini merupakan sentra kelolaan DKUMKMP yang fokus pada olahan hasil laut dan pertanian.
“Nah, sentra itu mau didorong seperti itu. Paling tidak siklusnya ada. Sekarang ini siklusnya udah bagus nih di Sentra Teritip itu,” jelasnya.
Siklus itu, dilanjutkannya, misalnya seorang pengusaha kuliner kerupuk singkong yang memanfaatkan bahan baku lokal. Penggunaan bahan baku ini akan membantu petani untuk meningkatkan pendapatannya.
“Untuk produksi, dia butuh tenaga kerja minimal nama satu orang hingga dua orang. Dari mana orangnya? Dia ngambil orang lokal lagi. Orang yang tadinya menganggur, jadi dapat gaji. Miskinnya hilang enggak? Hilang karena bisa menghidupi kebutuhan hidup, minimal makan dan minumnya bisa terpenuhi,” katanya.
Selain itu, dia melanjutkan, pihaknya juga akan mengkaji Peraturan Wali Kota Nomor 7 Tahun 2012 tentang Pemanfaatan Produk Lokal Hukum Komoditas Pertanian, Perikanan, dan Industri Kecil pada Hotel dan Restoran.
“Itu yang mau kita evaluasi lagi, apa yang kita bisa tambah. Misalnya, hasil produk makan dan minum. Kalau di hotel itu ‘kan produk kemasan yang sudah jadi, yang sudah terkenal,” terang Edo.
Dirinya berharap, produk-produk tersebut bisa diganti dengan olahan UMKM lokal seperti amplang dan kerupuk singkong. Kualitas produk-produk yang dihasilkan UMKM juga tidak kalah bagus.
“Enak juga kerupuk singkong kita itu, mau dimakan pakai apa. Sama kayak kimchi, hampir semuanya produk UMKM. Tapi orang lokalnya yang makan,” ujarnya.
Namun, berbeda dengan masyarakat di Indonesia. Produk UMKM kurang diminati dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Padahal, dikatakan Edo, produk lokal lebih lebih terjamin dari segi kebersihan maupun kesehatan. Harganya pun lebih terjangkau.
“Jadi, kita ini yang susah, orang kita yang enggak mau pakai. Coba terbiasa makan makanan olahan lokal. Produk lokal itu terjamin. Bayangkan saja, mulai halal hingga Loka Pom. Kalau produk dari luar, kadang-kadang kita enggak tahu pengolahannya walau kemasannya bagus,” tutupnya.
Pihaknya juga akan mendorong UMKM untuk go digital. Saat ini tercatat baru 20 persen UMKM yang melek teknologi.
[ad_2]