Hotline Redaksi: 0817-21-7070 (WA/Telegram)
Berita

Kasus DPO Agusrin Ternyata Gelombang Isu Lama yang Muncul Kembali: Perkara Diduga Sudah SP3 Sejak Lama

×

Kasus DPO Agusrin Ternyata Gelombang Isu Lama yang Muncul Kembali: Perkara Diduga Sudah SP3 Sejak Lama

Sebarkan artikel ini
Kasus DPO Agusrin Ternyata Gelombang Isu Lama yang Muncul Kembali: Perkara Diduga Sudah SP3 Sejak Lama

Suara-Pembaruan.comKasus DPO Agusrin Ternyata Gelombang Isu Lama yang Muncul Kembali: Perkara Diduga Sudah SP3 Sejak Lama

Sebuah perkara hukum yang sempat tenggelam kembali mencuat ke permukaan.

Nama Agusrin M. Najamudin dan Raden Saleh Abdul Malik tiba-tiba ramai diperbincangkan setelah sejumlah media daring dan akun media sosial mengangkat ulang status hukum keduanya terkait dugaan penipuan dan penggelapan.

Apa yang terjadi?

Menurut kuasa hukumnya, Yasrizal Yahya, informasi yang beredar tersebut tidak lagi mencerminkan status hukum terbaru.

“Pemberitaan yang beredar tidak mengikuti perkembangan hukum mutakhir. Penyidikan terhadap perkara ini sudah dihentikan,” ujar Yasrizal dalam keterangan tertulis, Sabtu, 6 Desember 2025.

Menurutnya, gelombang pemberitaan yang kembali bergulir justru menimbulkan bias informasi dan kesalahpahaman di publik.

Akar Perkara: Transaksi Aset Tahun 2019

Kasus ini bermula dari transaksi jual-beli aset pada Juli 2019. Saat itu, Agusrin dan Raden Saleh mewakili PT Anugerah Pratama Inspirasi (API) dan PT Tirto Alam Cido (TAC) dalam perjanjian dengan PT CKI.

Beberapa pembayaran tercatat dilakukan:

Rp1,975 miliar dari PT API ke PT CKI, Rp525 juta kepada PT TAC dan Rp4,7 miliar pada 5 Agustus 2019

Total dana yang berpindah mencapai Rp7,5 miliar.

Namun, transaksi ini memicu sengketa ketika PT API menyatakan bahwa sebagian aset tidak sesuai spesifikasi, terdapat hidden defect, dan membutuhkan biaya perbaikan besar.

Permintaan appraisal ulang ditolak pihak penjual, sehingga PT API menghentikan proses pembayaran dan membatalkan perjanjian secara sepihak.

Cek pembayaran yang disebut sebagai cek mundur juga turut menjadi bagian dari polemik.

Laporan Polisi Hingga Jalur Perdata

Setelah upaya negosiasi gagal, PT CKI dan PT TAC melaporkan Agusrin dan Raden Saleh ke Polda Metro Jaya pada 17 Maret 2020. Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) menyusul pada Agustus 2022.

Catatannya adalah, perkara ini tidak berhenti di ranah pidana. Proses hukum bergeser ke jalur perdata.

Pada 2021, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan perjanjian tersebut batal demi hukum, serta memerintahkan PT CKI dan PT TAC mengembalikan dana Rp7,5 miliar kepada PT API. Putusan tersebut kemudian dikuatkan hingga tingkat banding dan berkekuatan hukum tetap setelah Mahkamah Agung menolak kasasi pelapor.

Dengan dasar putusan tersebut, pihak terlapor melalui penasihat hukumnya mengajukan permohonan penghentian penyidikan.

SP3 dan PK yang Ditolak: Babak Penutup?

Menurut Yasrizal, Polda Metro Jaya telah menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) jauh sebelum isu ini kembali mencuat ke ruang publik.

Upaya hukum terakhir dari pelapor melalui mekanisme Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung juga tidak membuahkan hasil. Dalam Putusan Nomor 618PK/PDT/2025 tertanggal 20 Mei 2025, permohonan tersebut kembali ditolak.

“Putusan MA yang menolak PK semakin mempertegas bahwa perkara ini adalah sengketa perdata, bukan pidana. SP3 sudah lama diterbitkan,” tegas Yasrizal.

Permintaan Klarifikasi dan Kecermatan Informasi Publik

Yasrizal meminta agar media massa maupun pihak lain yang menyebarkan informasi bersandar pada fakta hukum terbaru.

“Klien kami kooperatif sejak awal, baik dalam proses pidana maupun perdata. Kami menyampaikan klarifikasi ini agar publik memahami konteks sebenarnya,” ujarnya.

Isu Lama dalam Kemasan Baru

Kemunculan kembali kasus ini tampaknya bukan lahir dari perkembangan hukum baru, melainkan gelombang ulang isu lama yang terangkat kembali ke permukaan.

Meski opini publik bergerak cepat, dokumen hukum menunjukkan bahwa perkara ini telah memasuki babak akhir—setidaknya untuk sementara waktu.

Perjalanan hukum Agusrin dan Raden Saleh tampak telah mengendap, namun riak informasi yang muncul kembali memperlihatkan satu hal: dalam lanskap publik digital, isu lama bisa hidup kembali kapan saja—terutama ketika konteksnya terputus dari putusan terakhir.