Suara-Pembaruan.com — Kebakaran KRI Teluk Hading-538: Balada Armada TNI AL Biar Tua Pokoknya Kerja!
Khairul Fahmi, seorang ahli dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), memberikan pernyataan terkait kebakaran yang terjadi pada KRI Teluk Hading-538, sebuah kapal perang yang merupakan bagian dari armada TNI AL.
Fahmi menekankan pentingnya peremajaan alat utama sistem senjata (alutsista) yang digunakan oleh TNI AL.
Kejadian kebakaran pada KRI Teluk Hading-538 menunjukkan bahwa meskipun kapal tersebut sudah berusia 45 tahun, kapal tersebut masih beroperasi.
Hal ini menimbulkan pertanyaan mengapa alutsista yang usianya sudah tua masih tetap dioperasikan. Fahmi menyebutkan bahwa rencana peremajaan alutsista telah banyak dikabarkan sejak tahun 2020, namun belum ada perkembangan yang signifikan.
Pada Januari 2022, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menyampaikan rencana bahwa dalam waktu 24 bulan, Indonesia akan memiliki 50 kapal perang yang siap tempur.
Namun, hingga saat ini, masih terdapat keraguan mengenai pencapaian target tersebut. Pembangunan kapal angkut tank dan kapal cepat rudal di dalam negeri memang telah dilakukan, tetapi masih belum cukup untuk mencapai target tersebut.
Fahmi juga menyadari bahwa merealisasikan rencana pembangunan alutsista tidaklah mudah dan membutuhkan waktu serta dana yang cukup besar. Pemerintah harus bijaksana dalam mengelola prioritas, mengingat terdapat banyak kebutuhan yang harus dipenuhi namun dana yang tersedia terbatas.
Namun, Fahmi menyoroti bahwa pengadaan sepeda motor baru yang penuh kemeriahan tidak boleh dianggap lebih mendesak daripada peremajaan kapal perang.
Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah telah fokus dalam mengamankan perairan Indonesia dari berbagai pelanggaran hukum dan kejahatan yang terjadi di laut.
Oleh karena itu, kebakaran yang terjadi pada KRI Teluk Hading-538 akan berdampak pada kesiapan operasional armada TNI AL dan meningkatkan beban kerja kapal-kapal lain yang usianya tidaklah muda lagi.
Fahmi berpendapat bahwa pemerintah dan DPR perlu serius mempertimbangkan alokasi anggaran yang lebih proporsional dan mematuhi komitmen serta prioritas yang telah ditetapkan. Tanpa itu, cita-cita memperkuat jati diri sebagai negara maritim, sebagaimana tercantum dalam program Nawacita, hanya akan menjadi omong kosong belaka.
Sebagai saran kepada TNI AL, Fahmi menyarankan agar mereka mengajak para pemangku kepentingan dan pengambil keputusan untuk berlayar bersama dan menghadapi situasi yang lebih menantang.
Hal ini dapat membantu mereka memahami bahwa setiap hari prajurit berharga menghadapi ancaman nyawa akibat alutsista yang sudah usang.
Dalam menghadapi tantangan ke depan, TNI AL perlu mendapatkan dukungan yang kuat dari pemerintah dan DPR untuk memastikan pengadaan alutsista yang memadai, pemeliharaan yang baik, dan keamanan yang optimal di perairan Indonesia. Kerja sama dan komitmen yang sungguh-sungguh diperlukan agar kekuatan armada TNI AL terjaga dan kedaulatan laut Indonesia tetap terlindungi.