[ad_1]
Hukuman mati di Vietnam dan dugaan penggunaan penyiksaan untuk memaksakan pengakuan menjadi sorotan setelah pengadilan di Haiphong utara bulan lalu mengonfirmasi eksekusi terpidana mati Nguyen Van Chuong.
Kasus Chuong merupakan contoh tentangan kelompok-kelompok HAM terhadap pelanggaran hak asasi manusia dalam sistem peradilan pidana Vietnam, khususnya terkait tuduhan penyiksaan, pengakuan paksa, dan status negara tersebut sebagai negara yang melakukan eksekusi dalam jumlah terbesar di Asia Tenggara.
Vietnam terkenal sangat tertutup mengenai hukuman mati, namun menurut laporan Amnesty International pada tahun 2017, 429 orang dieksekusi di negra itu antara tahun 2013 dan 2016, sehingga menjadikan Vietnam sebagai negara dengan jumlah eksekusi tertinggi ketiga di dunia.
Pada 2007, Chuong didakwa dan divonis bersalah karena perampokan dan pembunuhan seorang polisi dan dijatuhi hukuman mati. Dia telah menyatakan dirinya tidak bersalah selama 16 tahun terakhir dan mengaku disiksa untuk mengaku. Chuong mengatakan dalam suratnya kepada keluarganya bahwa dia ditelanjangi, digantung dan dipukuli selama interogasi polisi, menurut laporan Amnesty International.
Pihak berwenang membantah tuduhan Chuong mengenai penyiksaan tersebut.
Pada tanggal 4 Agustus, keluarga Chuong diberitahu oleh Pengadilan di Kota Hai Phong bahwa eksekusinya akan segera dilakukan, meskipun tanggal pastinya tidak diberikan.
Keluarga Chuong dan 13 kelompok hak asasi manusia menyerukan kepada pemerintah Vietnam agar menghentikan eksekusi Chuong. [lt/ab]
[ad_2]