[ad_1]
Photo:Pexels.com
Bahkan, ada beberapa kasus ketika kita mengikuti hasrat justru membawa kita ke jalan yang salah, terutama ketika hal-hal yang ingin kita capai bertentangan dengan harapan keluarga, norma dan budaya.
Penelitian baru yang diterbitkan dalam Proceedings of the National Academy of Sciences menunjukkan bahwa dalam tiga kumpulan data skala besar yang mewakili remaja dari 59 masyarakat di seluruh dunia, ditemukan bukti variasi budaya yang sistematis dalam hubungan antara gairah dan pencapaian.
Penelitian yang dipimpin oleh Xingyu Li dari Sekolah Pascasarjana, Stanford University, California itu menjelaskan bahwa dalam masyarakat individualistis, gairah lebih baik dalam memprediksi pencapaian. Pada masyarakat kolektivistik, gairah masih secara positif memprediksi pencapaian, tetapi itu adalah prediktor yang jauh lebih kuat. Di sana, dukungan orang tua memprediksi pencapaian sama halnya dengan gairah.
Dengan kata lain, orang yang dibesarkan dalam budaya yang mengutamakan kemandirian dan otonomi pribadi, seperti Amerika Serikat dan Eropa Barat, lebih mungkin mendapatkan keuntungan ketika mengejar hasrat mereka daripada orang yang hidup dalam budaya yang menghargai saling ketergantungan, harmoni, dan kolektivisme (budaya Asia, sebagai contoh).
Penelitian ini membuka pintu pada satu tema inti yaitu apa yang membuat orang sukses? Berikut ini adalah tiga generalisasi tambahan yang dapat ditarik dari penelitian baru tentang sifat motivasi dan kesuksesan, dilansir dari Psychology Today
Tetapkan Tujuan
Menetapkan tujuan yang “sesuai dengan diri sendiri” adalah bagian penting untuk mencapai kesuksesan. Penelitian terbaru yang diterbitkan dalam Journal of Research in Personality menunjukkan bahwa orang yang mengejar tujuan yang selaras dengan nilai, bakat, minat, dan kebutuhan mereka (yaitu tujuan yang sesuai dengan diri sendiri) lebih mungkin untuk mencapainya.
Selain itu, ternyata orang yang menunjukkan tingkat “perhatian” yang tinggi, atau kemampuan untuk eksis pada saat ini dengan cara yang berkelanjutan dan tidak menghakimi, lebih baik dalam menetapkan tujuan yang benar daripada yang lain.
Perfeksionisme
Perfeksionisme umumnya dipandang sebagai sifat yang diinginkan dalam mencapai kesuksesan. Tetapi penelitian yang diterbitkan di Frontiers in Psychology menantang asumsi ini dengan menunjukkan bahwa ada kasus di mana perfeksionisme dapat menghambat kemampuan seseorang untuk sukses.
Menurut penelitian tersebut, ada dua jenis perfeksionis. Yaitu perfeksionis “berusaha”, dicirikan oleh keinginan intrinsik untuk menjadi yang terbaik. Sementara yang lain, perfeksionis “evaluatif” lebih berkaitan dengan pentingnya tidak gagal di mata orang lain.
Peneliti menemukan bahwa aspek perfeksionis “evaluatif” berkorelasi secara signifikan dengan ukuran depresi dan kecemasan. Sedangkan prefeksionis “berusaha” memiliki korelasi yang lemah dengan kecemasan dan tidak berkorelasi sama sekali dengan depresi.
Dorongan
Bagian dari menjadi sukses berkaitan dengan sifat-sifat yang kita miliki dan pilihan yang kita buat. Bagian lain berkaitan dengan lingkungan kita bekerja dan orang-orang di sekitar kita.
Sebuah studi dalam Psychological Science menemukan bahwa, dalam lingkungan kerja, kesuksesan lebih mudah didapat ketika orang-orang disambut dengan dorongan, bukan kritik. Karena sebuah kritik bisa menjerumuskan orang pada kegagalan. Umpan balik kegagalan akan merusak motivasi belajar karena mengancam ego. Hal ini akan menyebabkan kita mengabaikan dan berhenti memproses informasi yang ditawarkan untuk kesuksesan.
[ad_2]