Suara-pembaruan.com — Suasana hangat dan penuh semangat membuncah di Darwis Triadi School of Photography (DTSOP), Jalan Kemang Raya No. 69A, Jakarta Selatan, dalam acara TemuLawas#10: Fotografer dan Model yang digelar baru-baru ini.
Lebih dari sekadar temu kangen, TemuLawas#10 menjadi ruang lintas generasi yang sarat makna—tempat di mana kenangan dan inspirasi menyatu, dan fotografi menjadi bahasa bersama.
Acara ini menghadirkan para fotografer dari berbagai genre—fashion, pernikahan, jurnalistik, travel, drone, produk, hingga scientific photography—yang duduk setara dalam satu lingkaran kebersamaan.
Dari yang setia pada kamera analog hingga yang bermain dengan sensor digital, semua berkumpul untuk berbagi cerita, tawa, dan wawasan.
TemuLawas#10 bukan sekadar reuni biasa. Disusun sebagai ruang silaturahmi dan pertukaran ide, acara ini menjadi ajang refleksi bersama akan perubahan zaman dan tetap teguhnya semangat berkarya.
Yang membuat momen ini semakin istimewa, seluruh rangkaian acara diselenggarakan tanpa biaya bagi peserta.
Dengan dukungan sponsor, para fotografer dapat hadir tanpa beban, namun pulang membawa bekal makna—lecker zonder betalen, kata pepatah Belanda: enak tanpa bayar.
Cerita, Canda, dan Cermin Profesi
Acara dimulai dengan makan siang bersama yang penuh cita rasa, dilanjutkan dengan diskusi terbuka yang mengalir alami.
Kisah-kisah unik pun bermunculan—dari pengalaman di balik panggung fashion hingga dokumentasi ilmiah dalam dunia forensik. Setiap cerita menghadirkan spektrum emosi: tawa, haru, hingga renungan mendalam tentang etika dan empati dalam profesi ini.
Obrolan juga merentang ke tantangan praktis: persaingan harga, perubahan teknologi, hingga pentingnya menjaga reputasi di tengah era digital. Namun alih-alih keluhan, suasana dipenuhi gelak tawa dan semangat saling dukung.
Kolaborasi pun menjadi benang merah: bahwa adaptasi bukan sekadar pilihan, tapi kebutuhan yang memperkuat ikatan komunitas.
Nostalgia, Refleksi, dan Harapan
Malam menutup hari, namun cerita tak lekang. Dari kamar gelap hingga afdruk manual, para fotografer mengenang masa-masa awal menapaki dunia visual.
Puncak kehangatan hadir saat maestro fotografi Darwis Triadi membagikan buku karyanya kepada tiap fotografer —bukan sekadar cendera mata, melainkan titipan kenangan yang akan terus hidup.
Koordinator acara, Rr Kori Soenarko—akrab disapa Oie—menyuarakan harapan dengan penuh semangat, “Nanti kita bikin per tiga bulan sekali ya,” ucapnya. Riuh tepuk tangan dan wajah antusias menjadi penanda: semangat yang terbangun hari itu akan terus menyala.
TemuLawas adalah forum temu komunitas yang digagas untuk menyatukan pelaku fotografi lintas zaman dan genre. Diselenggarakan secara berkala, acara ini bertujuan mempererat jejaring, berbagi pengetahuan, serta merayakan profesi fotografi dalam bingkai rasa dan solidaritas.
TemuLawas#10 menegaskan kembali bahwa fotografi bukan hanya tentang cahaya dan bayangan, tetapi juga tentang rasa, persaudaraan, dan perjalanan panjang yang layak dikenang. Dari lensa ke hati, dari gambar ke kenangan.